Follow Me:
Hidup itu pilihan atau kita harus memilih..?


Apa yang terbenak dalam diri kita itu biasanya muncul suatu pilahan yang kita harus tentukan. Biasalah namanya aja kita hidup, dimana suatu saat kita harus memilih kan.

Merasa menang atau kalah suatu hal yang biasa, rasa sedih,senang, kecewa itu biasa karena kita kan tetap menemukan itu di kehidupan kita, jadi tinggal kita ja bagaimana cara menyikapi hal demikian. Perjalanan hidup itu tidak lah mudah banyak rintangan di depan yang kita harus lalui, banyak masalah suka maupun duka,senang atau susah yang sudah menghampiri kita di depan sana.

Emang sulit semua itu, belajar dari suatu pengalaman itu lebih baik buat kita biar kita g terjerumus ke hal yang sama . “pilihan atau memilih” suatu hal yang sulit buat kita, terkadang pilihaan yang menurut kita anggap benar ternya salah di tengan jalan, yah namanya ja pilihan salah atau benar itu urusan belakang, tetapi pastinya di saat kita memilih sesuatu itu sudah kita pikirkan dahulu apa yang terjadi entar(kosekuensinya).

Ya pilihan..? pilihan tetap pilihan walaupun alasanya g masuk akal buat orang lain tapi itu pilahan kita..show emang hidup harus meilih, jadi piliahnmu adalah tepat bagimu dan ikutilah kata hatimu. Jangan ikuti pilahn orang lain tapi ikuti apa kata hatimu.

AMBISI KAWAN ATAU LAWAN

1 Pegertian  Ambisi


Dalam buku tatenhove  kita menemukan definisi  kata ambisi  sepeti : “an ergy,  expressed in active behaviors toward some purpose or aspiration.”(“energi yang di wujudkan dalam perilaku  yang di arahkan ke suatu tujuan atau cita-cita .”).Sementara itu Alfred Adler (1870 – 1937),seorang  psikiatris Austria ,bersma dengan Freud dan Jung  di anggap sebagai pelopor psikologi dalam (dept psychology), mengatakan bahwa ambisi adalah  “ a natural desire to reach higher levels of completeness and  fulfilment.” (“ keinginan yang bersifat alamiah untuk mencapai tahap kelengkepan atau pencapaian yangh lebih tinggi.”).
Kedua ambisi di atas akan menghasilakn butir-butir di bawah ini :
·                Ada tujuan/cita – cita yang mau di capai
·                Diperlukan usaha yang nyata untuk mencapainya
·                Bersifat alamiah (dengan kata lain : di punyai oleh setiap orang).

Menurut tatenhove konotasi negetaif kata ambisi muncul pertama kali pada abat ke – 15 ketika itu muncul pertama kali dari bahasa perancis.kala itu ambisi berarti “aneager desire for honor,rank ,and ppsition.” (“suatu keinginan yang kuat untuk memperoleh kemuliaan,kedudukan dan jabatan yang tinggi.”) Rupanya arti inilah yang di anggap populer dan di anggap banyak orang benar.

Menurut kamus  Webster’s Ninth New Collegiate, kata ambisi di definisikan sebagai “the desire to achieve a particular an or goal” (“keinigina mencapai suatu tujuan atau cita-cita khusus atau tertentu.”)

2 “Pupuk”Ambsisi

Alexander Pope,penyair inggris abad ke -17, pernah menulis dala salah  satu puisinya “Hope springs eternal in the human breast” (“harapan senantiasa bersemi abadi di dalam manusia”),barang kali kita boleh mengatakan bahwa ambisi pun bersemi abadi di dalam dada manusia. Namun ada satu hal yang merangsang atau mendorong tumbuh suburnya ambisi tersebut.Bak tanaan yang mempunyai potensi hidup namun butuh pupuk untuk menjadikanya tumbuh subur.

Ada dua macam “pupuk”yang dapat merangsang ambisi untuk tumbuh subur.”pupuk”yang pertama adalah keadaan buruk, baik di lingkungan keluarga seorang maupun di masyarakat sekitarnya. Keadaan buruk ini menantang dia untuk mengubah atau memperbaikinya.”Mengubah” atau “memperbaiki” disisni bersifat individual  ataupun komunual.

Ambisi untuk mengubah atau memperbaiki diri sendiri (bersifat individual) dapat di temui pada diri seoarang temen sekaligus tetangga.dengan kata lain keadaan buruk itulah yang justru memupuk ambisinya.

Ambisi untuk mengubah atau memperbaiki masyarakat (bersifat komunal) barang kali dapat di jumpai dalam diri seorang bapak tau ibuk. Pupuk yang kedua yangdapat menyuburkan ambisi adalah keadaan baik, baik dalam diri seseorang maupun lingkungan  sekitarnya. Dengna kata lain ,kradaan baik itulah yang merangsangnya untuk meningkatkan diri yang lebih baik. Orang merasa kuat mampu biasanya ingin mencapai anak tangga yang teratas. Jadi ketika ampisi itu dipupuk dengan keadaan yang posisitif, maka kemampuan intelektualnya yang kuat dan lingkungan yang memberi dukungan (ayah – ibunya yang berpendidikian tinggi sehingga mampu mengimbangi pemikiran anaknya tersebut.

3 Ambisi Negatif

Sejauh ini kita membicarakan ambisi dalam arti yang netral atau positif. Tetapi bukankah ambisi tidak sajaberkmponen makna netral atau positif.bukankah sebagaan orang menganggap ambisi sebagai suatu dorongan yang buruk atau negatif.ketika ambisi itu buruk biasanya dsi sebabkan oleh sikap mental yang negatif. Dengan kata lain , ambisi per (dalam dirinya sendiri) adalah baik. Ia menjadi buruk manakala menempel dari sikap mental yang buruk. Ada empat sikap mental buruk pada bab ini yamg akan kita bahas antara lain sebagai berikut :
EGOISME (SELFIHNESS)

Erich Fromm dalam bukunya yang sangat bagus, Man for Himself, memberikan penjelasan selfhness begini : ” Orang yang selfishs (egois) tertarik hanya pada dirinya sendiri, tidak merasa senang kalau memberi, hanya senang kalau mendapat. Dia tampak nya terlalu memperhatikan dirinya sendiri tetapi sebenarnya dia hanya melakuakan suatu usaha yang sia-sia untuk menutupi dan  mengompensasi kegagalanya dalam memperhatikan dirinya yang sejati.”kita bisa bayangkan ketika ambisi itu menempel pada orang yang egois. Orang tersebut akan segan-segan mengeksploitasi atau menggunakan orang lain (take advantege of others) untuk memuaskan dirinya sendiri. Dalam hal ini yang buruk sebenarnya bukan ambisi itu sendiri melainkan egoismenya. Oleh karena itulah ambisi “jatuh pamornya” dan menjadi buruk  pula.
PERFEKSIONISME (PERFECTIONISM)

Orang yang perfeksionis selalu menginginkan segala sesuatunya sempurna.perfeksionisme adalah  “ the striving for the highest or the most perfect degree of a quality , trait,or accomplishement.” (perjuangna untuk mencapai posisi yang paling tinggi atau perjuangan ke arah tingkat kualitas, prilaku, dan prestasi yang paling sempurna. Terlihat jelas dari definisi itu bahwa perfeksionisme adalah bentuk ekstrem dari ambisi. Petikan puisi dari Alexander Pope yang telah menjadi klise (banyak yang tak tahu bahwa itu sebenarnya berasal dari puisi panjang An Easay on criticsm ) yakni To err is human ,to forgive divine menyatakan dengan jelas bahwa berbuat salah (to err) adalah sifat manusia (human). Itu berarti bahwa tidak ada manusia yang sempurna  dalam tingkah laku.

Bahkan “orang benar” sekalipun tidak pernah luput dari kesalahan. Dan perlu kita kita ingat bahwa kesempurnaan adalah milik Tuhsn,buksn manusia.yang penting kita mengatkan pada diri kita sendiri :Next Time Better!
KECANDUAN KERJA (WORKAHOLIC)

Wayne Oates dalam bukunya Workaholic, Make Laziness Work for You menyebut orang-orang yang kecanduan kerja dengan workaholic. Istilah ini agaknya berasal dari work  yang di padukan dengan alcoholic. Alcoholic adalah orang yang kecanduan minuman-minuman berakohol. Untuk menyebut orang yang kecanduan kerja, Oates memadukan kata work dan alcoholic, maka jadilah kata workoholic. Ada empat motif mengapa seorang menjadi workaholic.biasa terjadi bahwa orang tersebut hanya “menyimpan”satu atau dua motif saja. Tetapi mungkin saja keempat motif  itu ada pada dirinya.

Motif pertama : hasrat untuk menumpuk uang. Semangkin banyak seseorang bekerja tentunya semangkin banyak pula uang yang mengalir ke sakunya. Ini motif yang amat klasik  dan paling mudah di deteksi.

Motif kedua: hasrat menyamakan dirinya dengan the idealized self (citra diri yang didambakan/dilimpahkan).

 Motif yang ketiga : ketakutan menghadapi dirinya sendiri. Motif ketiga ini hampir sama dengan mootif yang kedua,bedanya adalah : pada motoif kedua oarang mempunyai citra diri ideal yang di dambakan,sedangkan pada motif ketiga orang tidak suka pad citra dirinya yang sejati. Kerja tanpa henti ini sebenarnya tidaklah produktif , demikian menurut Erich Fromm dalam bukunya Man for Himself. Dia mengatakan ,”kemalasan dan kerja tanpa henti tidaklah berlawanan tetapi keduanya sama-sama mewujudkan adanya ganguan pada hidup manusiawi yang wajar. Lebih lajut fromm mengatakan “kegiatan yang produktif di tandai oleh adnya pergantian yang ritmis antara kerja dan istirahat. Fromm mengatakan bahwa “kerja ,cinta ,dan pikiran yang produktif hanya mungkin kalau seseorang,manakala perlu,biasa berdiam dengan tenang dan berada dalam kesendirian. Kempuanya untuk mendengarkan diri sendiri adalah syarat utama bagi kemampuan untuk mendengarkan orang lain ;keakraban dengan diri sendiri acdalah syarat maha penting  untuk memgadakan hubungan dengan sesama.

Workaholic jelas hidupnya tidak utuh karena dia melupakan hal-hal lain , termasuk dirinya sendiri. Dia tidak tertarik menimba pengetahuan di luar bidang profesinya.  Dia tidak tertarik membina persahabatan sejati yang saling mengembangkan kepribadian. Dia tidak tertarik keelokan alam yang ada di sekitarnya. Dia tidak menaruh perhatian pada seni murni yang memerlukan keterbukaan hati untuk mengapresiasinya. Bahkan dia tidak menaruh perhatian pada dirinya sendiri: apa prinsip hidup yang di yakininya dan apapula tujuan hidupnya tidak jelas bagi dirinya.

Motif yang ketiga : ketakmampuan menemukan aktualisasi diri (self actualization) yang tepat. Aktualisasi diri dalam”kerucut kebutuhan”-nya Abraham maslow menempati peringkat atas. Ini menyiratkan bahwa kalu seorang mampu mencapai hidupnya akan penuh, utuh. Dalam kamus istilah kunnci psikologi susunan Frank Bruno, aktualisai diri di katakan sebagai ”kecenderungan alami untuk memenfaatkan bakat dan potensi seseorang semaksimal mungkin.” Orang yang tidak mampu menemikan bakat dan potensinya mungkin saja jatuh dalam “compulsive work” di bidang profesinya.

“compulsive work “ bukankah kegiatan produktif, seperti kata Fromm,karena ia mulai dari ketidak seimbangan hidup (hidup = kerja, istirahat atau santai di anggap tidak berarti). Sesang aktualisai diri produktif  karena ia selalu bermula dari penerimaan diri (self acceptence). Hanya orang yang menjadi diri sendiri saja yang merdeka. Dan hanya orang yang merdeka yang dapat mencipta atau mempunyai daya kreasi yang sejati dan orisinal.

KEPRIBADIAN TIPE A (TYPE A PERSONALITY)

Dua ahli jantung dari rumah sakit dan pusat ilmu kedokteran gunung zion dan san Francisco, Mayer Friedman dan Ray Rosenman menukan  istilah Tipe A dan tipe B untuk menyebut tipe kepribadian manusia. Dasr penggolonganya adalah besarnya kemungkinan seseorang terkena penyakit jantung. Yang mempunyai kemungkinan besar untuk terserang penyakit jantung disebut dengan tipe A, sedangkan yang tidak disebut Tipe B. Mengapa orang yang bertipe A mudah terkena penyakit jantung? Karena orang-orang yang bertipe A mempunyai ciri-ciri agresif, kompetitif, tidak sabr atau selalu tergesa-gesa. Dengan kata lain, orang yang bertipe A ini selalu hidup dalam kungkungan stress. Mereka tidak mau orang  menghalangi  jalanya. Pikiranya hanya satu : cepat sampai pada tujuan.

Kepribadian tipe A berambisi untuk menjadi nomor satu,yang terbaik, yang terdepan. Untuk itu sama dengan kaum workaholic,mereka bekerja ekstra keras. Hanya bedabya kaum workaholic  mungkin saja tidak hidup dalam stress, sekurang-kurangnya stress-nya tidak sehebat yang di derita oleh orang yang bertipe A. Mengapa demikian? Seperti yang sudah di sebutkan tadi ,oarang yang ber-tipeA hampir selalu agresif, kompetitif, tidak sabar, bahkan terkadang bersifat memusuhi (hostile). Menurut penelitian Friedman dan Rosenman kaum tipe A ini cendrung bvanyak makan, merokok, dan minum(minuman yang berakohol). Kecendrungan ini tidak menandai kaum workaholic.

4 Ambisi Untuk Sukses

Sukses itu sebagaian orang menyebutkan bahwa sukses itu  berhubungan dengan banyakanya uang atau barang yang dimilki oleh seseorang. Sukses juga berhubungan dengan kedudukan sosial, jabatan profesi yang tinggi. Jadi definisi sukses iti sendiri adalah sukses itu tidak di tenyukan oleh apa yanbg kita kerjakan tetapi oleh bagaimana kita mengerjakan itu. Ketika kita mengerjakan bidang pekerjaan yang kita pilih secara bebas itu dengan rasa cinta, kesungguhan, dan kita bisa sampai pada taraf pencapaian tertentu itulah yang dinamakn sebuah kesuksesan.

5 Ambisi untuk bahagia

Banyak orang yang mengira bahwa kebahagiaan itu datang dari luar diri seseorang (dari orang lain atau benda tertentu). Oleh karena itu tidaklah h eran kalau kita sering mendengar lagu sentimentil orang yang takut di tinggal ileh kekasihnya karena kekasih itulah sumber kebahagiaanya. Pengertian yang keliru tentang kebahagiaan ini sering pula menjadikan para remaja pengikit setia mode(fesion). Tahukah anda bahwa kemulian duniawi(Latin: gloria mundi) yang berupa harta benda itu cepat sekali berlalunya – secepat seonggok jerami kering yang di bakar?  Orang romawi dulu pernah bilang: Sic transit gloria mundi. Begitulah berlalunya kemuliaan dunia.

John Powell dengan  bagus sekali dan benar mengatakan bahwa “kebahagiaan adalah usaha dari dalam.” (“happiness is an inside job”). Powel berujar .”kebahagiaan adalah produk samping. Ia adalah hasil dari melakukan sesuatu yang lain.” Artinya, tidaklah mungkin seseorang dengan sendirinya menjadi bahagia setetelah memiliki sesuatu (atau bahkan seseorang) atau memakai sesuatau. Fromm juga mengatakan bahwa “kebahagiaan adalah suatu pencapaian yang di hasilkan oleh keproduktifan yang ada dalam diri manusia dan bukanlah hadiah dari Dewa.” Yang di tekankan pada Fromm adalah keproduktifan dalam diri manusia. Itu berarti  untuk menjadi bahagia kita harus melakuakn sesuatu,bukan hanya memiliki atau memakai sesuatu. Fromm juga berpendapat bahwa kebahaian itu menyangkut seluruh keprinbadian kita. Jadi kebahagiaan itu adlah inside job yang harus “mengolah” seluruk kepribadian.

6 Ambisi untuk Menguasai Informasi

Banyak orang mengatakan bahwa kita sekarang berada di era informasi begitu juga dengan para pakar juga mengatakan bahwa kalau kita ingin maju kita haris mampu menguasai informasi.
Jadi,lautan informasi itu sendiri belum berarti apa-apa kalau seseorang tidak memikliki “ability for independen  thingking and judgement” (Einstein) atau tak mempunyai  “original thingking”(fromm).

7 Ambisi untuk populer

Pad abad ke-17 penyair ingris Jhon Donne pun telah melihat dan mengungkapkannya dengan kalimatnya yang sangat terkenal, “ no man is an island,entire in inself.” (“tak ada seorang manusia pun yang seperti pulau,berdiri sendiri.”)

Dengan demikian keinginan menjadi populer itu sebenernya bersifat alamiah. Apabila di perhatikan dengan seksama setiap orang sebenarnya populer,dalam arti bahwa dalam komunitas tertentu, dimana ia menjadi anggota, dia dikenal tidak oleh satu orang saja tetapi oleh relatif banyak orang. “Every man is a piece of the continet,a part of the main, “Kata Jhon Donne seterusnya. Tiap manusia ibaratnya suatu daerah bagian dari benua, sebagian kecil dari suatu yang lebih besar. Maksudnya : tiap manusia itu adalah anggota dari satu komunitas tertentu.

Salah satu sisi negatif dari the guiness book of records adalah menampung ambisi orang-orang yang ingin instan populelerity (popularitas datang secara cepat) dengan cara yang asal aneh tetapi tidak banyak artinya baik segi sik pelaku sendiri maupun apalagi bagio oarang lain.

Ambisi untuk populer itu juga berarti keinginan untuk diterima dalam suatu kelompok. Orang  yang memiliki kepribdian yang sama atau mirip satu sama lain lainya,yang tidak unik atau orisinal lagi oleh fromm disebut dengan  automaton.

Seoarng automaton tidak perlu merasa kawatir hidup sendirian/di kucilkan. Dia” di rangkul” oleh kelompoknya. Tetapi dia kehilangan sesuatu yang sangat berharga : dirinya sendiri atau kepribadianya yang asli. Fromm mengungkapakannya demikian, the person who gives his individual self end becomes an automatomn, identical with milions of ather automations oroun him,need not fell alone and anxious any more,but the price he pays, however,is high:is in the lost pf his self.

8 kesimpulan

Ambisisi per se adalah sesuatu yanhg netral. Malahan seyogyanya tiap manusia mempunyai ambisi agar hidupnya tidak menonton tetapi penuh tantangan dan gairah. Ambisi disini tiap suatu yang hebat atau spektakuler deperti mendakiu evers.

Tetapi ternyata ada pula ambisisi  negatif . ini berarti ambisi yang menempel pada orang yang mempunyai  sinkap mental yang negatif. Ambisi yang menmpel pada orang yang perfeksionios kan di jadikan suatu tujuan sempurna,yang tanpa cacat atau cela sedikit pun.ambisi merupkan lalu merupakan suatu yang ekstrem dan tidak tergapai,unreachable.

Orang yang kecanduan kerja(workahalic ambisi menjadikan manusia yang tidak utuh untuk imbang karena hidup di pandang hanya sebagian kerja.sukses adalah soal komitmen – seberapa jauh seseorang melakukan bidang yang dipilihnya dengan cinta dan kesungguhan serta apakah dia bisa sampai pada tahap pencapaian. Banyak orang yang beraggapan bahwa  kalau kita mau maju kita harus menyerap banyak-banyaknya informasi. Ini tidak benar. Yang benar adalah bagaimana kita menyeleksi  sekian banyak informasi itu untuk memperkokoh daya nalar kita ,agar kita mempunyai pemikiran dan penilaian yang bebas dan orisinal.

Sebenernya arti luas dari setiap orang yang populer – di kenal oleh lebih dari satu orang dalam komunitas dimana ia hidup. Dan dia .mau tidak mau , harus menjadi anggota suatu komunitas diman dia hidup,karena msnusia pada dasarnya makhik komunal.popularitas sebenarnya adalah  “by product” dari karya kita. Sedemikkian besarnya keingina itu sehingga soprang rela “melepas” kepribadianya yang sejati dan asli demi menyesuikan diri dengan “kepribadian “kelompok. Kepribadianya  nyaris persis dengan yang lain. Dia telah menjadi automatom. Ini tidak benar. Yang seyogyanya di perjuangkan adalah self acceptance (penerimaan diri sendiri) dan kesadaran bahwa diri kita ini unik. Iilah yang perlu kita pertahankan. Dalam pribahas inggris orang selalu ingin sama dengan yang lainya disebit birds of a feather,burung yang bulunya sama.lengkapnya : Birds of a feather flock together. Orang jawa mengatakn : anut grubyuk. Dari pada menjadi Birds of a feather flock together lebih baik kita menjadi rara avis(latin), yakni manusia tyang mempunyai kepribadia yang unik,seperti burung aves langka rara.

Daftar pusttaka

Wishnubroto widarso,ambisi kawan atau lawan,yogyakarta :kanisius 1992.

Cerita di Balik lagu Satu Cinta

Satu cinta merupakan garapan lagu yang aku buat satu tahun silam. Waktu itu aku lagi memasuki semester dua. Sebelumnya aku tak mengenali dia karena aq dan dia berbeda jurusan tetapi tetap satu fakultas.

Aq kenal dia itu, saat aku ke temu di suatu organisasi di lembaga tertentu. Ya dulu ketemu pertama sih biasa ja tanpa ada rasa sedikitpun aku terhadap dia ya sebatas kenal lah.

Suatu ketika aku bertemu kemabali sekitar bulan agustus, masih setahun silam dulu..aq bertemu kembali di suatu kegiataan yang di adakan oleh suatu lembaga yang ada di kampusku. Kegiataan itu semacam pengapdian masyarakat sih yang di gagas oleh lembaga tersebut.

Waktu itu aq g tau kalau ada acara tersebut..aku ikut karena temanku ngajak aku, Ya tanpa aku mengikuti prosedur seperti biasa yang temanku lakuin. Tapi semasa aku ikut kegiatan tersebut aku belum tahu betul siapa teman-teman perjuangaku dikegiatan tersebut.

Nah suatu ketika acara telah di mulai, tiba waktunya dan berkumpul di suatu tempat pemberangkatan. Setelah nyampe di tempat tujuan, aq ya tetap biasa ja, karena keadaan itu malam aku belum juga mengenal ia. Setelah paginya ternyata dia mengenaliku..di situlah aku mulai dekat ma dia. Selama kegiatan beralngsung kurang lebih 3-4 hari tersebut.

Setelah acara selesai, ternyata ada juga kegiatan yang lain, di tempat yang sama lagi yaitu pembuatan taman bacaan masayrakat gitu orang menyebutnya..nah di situlah aku berkenalan dengan dia lebih dalam lagi (lebih luas) kalu g salah kurang lebih 3 hari gitu di sana, bareng ma temen-temn yang lain juga.

Pada waktu itu, setelah mengenal lebih dekat aq bera
nikan main kerumah dia dan menjemput dia ke rumahnya untuk pergi ketempat yang sama bersama teman lainya. Sampai makan bareng di ulatahku maupun ultah dia. Aku ma dia berhubungan seperti mengikuti arus air. Aku pun akhirnya makin deket sama dia, aku kembali memberanikan diri untuk bermain kerumahnya dan akhirnya aq bertemu kedua orang tuanya serta dia juga...

Setelah aku bebrapa kali main kesitu ya akhirnya aku sedikit di kenal ma kedua orang tuanya dan adiknya. Dan baru kali ini aq pulang dari rumah dia nyampe malam karena belum boleh ma dia dan orang tuanya. Hehe maklum lah...

Beberapa bulan kemduian waktu iu kalaw g salah kamis law g minggu aku kerumah dia kembali aku tanya macem-macemlah ternyata dia belum kepengen..., itu lah hubunganku lewat handphone dan jejaring sosial pun bisa di katakan lancar.

Akirnya menjelang leberan pun telah tiba aku sms dia tapi dia g bls..dia bilang di tempat saudara nah aku beberapa kali menghubungi dia dan saat itu aku merasa da yang berbeda sama dia..nah aku cari tau ternyata dia lagi dekat dengan orang lain dan akhirnya akupun lebih baik mengendurkan niatku untunknya dan akhirnya terciptlah lagu sepert ini

 * Satu cinta
    Dalam diriku membuat dirimu
    Ingin tahu
    Betapa besar Pesona cinta

    Ingin ku menjadi
    Bagian dari Jiwamu
    Dalam mimpiku...
    Dalam bayangmu.....

Back to * Reff

    Buka hatimu Agarku bisa bersamamu
    Dalam diriku Relung hatiku
    Hanya padamu

    Ku Ungkapkan rasa cintaku Hanya untukmu


Dan ternyata itu hanya kiasan belaka yang aku dapat dari dia tapi g pa lah toh dia juga dah pernah buat semangat ku balik lagi. Maklum dulu aku lagi ngedrop gitu, di balik itu semua pasti ada yang lebih baik og...ya walapun aku sempat denger orangtuanya terkadang nainyaain aku...showat buat aku...aku anggap buat silaturahmi aja dah aku ma dia. Itulah cerita di balik lagu satu cinta. Heheh...

Menikmati Sunrise dan Sunsite di Pantai Depok

Mendengar kata jogja pastinya tidak asing lagi bagi kita atau traveling maupun penikmat masakan kuliner. Jogja yang menyuguhkan tempat wisata yang begitu banyak menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.

Apalagi dengan suasana pantainya,hem sungguh menggoda dengan keindahan birunya laut dan pasirnya. Pantai ini mungkin kebanyakan orang jogja atau sekitarnya lebih dikenal dengan wisata kulinernya di bandingkan dengan yang lain,ya mungkin anda pastinya mengetahui dengan pantai yang satu ini yaitu pantai depok.

Pantai depok merupakan sebuah pantai yang keberadaanya tidak jauh dengan pantai parangtritis. Nie tempatnya, Pantai Depok secara administratif masuk wilayah Kabupaten Bantul, tepatnya di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul.

Nah disinilah kita bisa menikmati suasana pantai sambil berwisata kuliner sambil menunggu waktu sore tiba, biasanya pengunjung datangnya pada sore karena pada ngelihatin sunsite gitu sobat traveling sambil menyantap masakan ikan segar hasil tangkapan dari nelayan sekitar.

Kalau Cuma melihat sunsite aja rasanya kurang lengkap sobat traveling, sekali-kali mencoba lihat keindahan pagi(sunrise) di pantai depok..disini kita akan bertemu dengan banyak orang mulai dari anak kecil,orang dewasa, orang tua, serta orang hamil katanya sih buat terapi gitu sobat..

Nah kita bisa berangkat dari rumah sekitar setengah lima, tu bagi yang jauh biar ke bagian sunrise gitu sobat, jam segitu biasnya di sana udah rame. Nah sobat traveling pengen nyoba..?silahkan aja kunjungi pantai depok yang telah terdaftar pada alamat di atas tadi...
silakan mencoba berkunjung dan menikmati suasanya. (sant<
/b>)

objek wisata wahana air pandawa

Susantnext. Rabu 27/06 saat itu aku dan temen-temen sedang di perjalanan menuju wisata air di solo yaitu objek wisata air pandawa, menurut perkataan temen sih katanya bagus tempatnya, makanya itu saya memutuskan berangkat ke sana dengan temen yang lainya. Setelah tiba disana wah apa yang di bilang temanku tadi emang bener tempatnya emang asik dan bagus sih g nyesel aku dan teman datang ke wahana tersebut.

Oh ya temen-temen sedikit info nie buat yang baca ini. Siaapa sih yang gak kenal dengan namanya objek wisata air pandawa di solo. Ya pandawa, Pandawa Water World merupakan wahana wisata air yang terletak di perbatasan kota Surakarta dan Sukoharjo. Dibuka untuk pertama kali, 22 Desember 2007 di lokasi yang mudah dijangkau, menjadikan Padawa Water World sebagai alternative tempat hiburan yang menyenangkan.

Berenang, bermain air merupakan aktivitas yang menyenangkan terutama untuk anak-anak. Ada 27 wahana air disediakan, antara lain, Wave Pool, Action River, Fantastic Slides, Aerated Spa, Warm Spa, Sight Tower dan wahana lainnya, selain itu juga disediakan kolam untuk balita dan anak-anak. Setiap wahana dilengkapi dengan fasilitas yang aman untuk pengunjung, juga dijaga oleh penjaga professional.

untuk tiket masuk ke wahana pandawa ini kita dikenakan biaya sebesar Rp. 50,000,- untuk hari biasa, sedangkan untuk akhir pecan dikenakan bea masuk sebesar Rp. 100,000,- .selain wahana air untuk rekreasi, Pandawa Water World juga menyediakan fasilitas seperti Drupadi Food Servery dan lain lain.

Nah itu sedikit ceritaku buat temen temen seklaian, Temen temen pengen coba silahkan datang aja yang udah tertera alamatnya di atas tersebut. bakalan g nyesel dah, saya ja pengen balik lagi kewahana tersebut pokonya asik tempatnya asik dan nyaman... selamat berkunjung ya dan silkan mencoba wahana yang ada...dan selmaat menikmati liburanya..

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pendidikan ada karena adanya suatu masyarakat yang beperan di dalamanya, maka pendidikan dan masyarakat itu memiliki suatu hubungan yang erat dan ketergantungan. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu bantuan yang di dalamnya terdapat pengabdian masyarakat sehingga masyarakat itu semngkin berkembang dan maju dengan adanya suatu pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pemetangan dan pendewasaan masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus memahami perannya tidak sekadar menjual jasa tetapi memiliki tugas mendasar memformat Sumber Daya Manusia yang unggul.

Masyarakat ternyata tidak statis, tetapi dinamis, bahkan sangat dinamis. Pada masa sekarang ini masyarakat mengalami perubahan sosial yang sangat pesat. Apalagi pada saat ini kemajuan teknologi dan eraglobalisasi yang semangkin pesat membuat masyarakat harus bisa merangkum pemahaman suatu perubahan yang ada di sekitar kita sehingga menuju masyarakat yang modern. Modernisasi itu sendiri adalah proses perubahan masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat tradisional menuju modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia. Globaliasi muncul sebagai akibat adanya arus informasi dan komunikasi yang begitu cepat. Sebagai akibatnya, masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang seolah-olah saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan budaya yang sama.

Menuerut sange tahun 1990 dalam maliki (2010:276) perubahan merupaka suatu yang tidak yang tidak bisa dielakkan, karena ia melekat, built in dalam proses pengembangan masyarakat. Kebutuhan untuk bisa survive dalam ketidakpastian dan perubahan menjadi tuntutan masa kini. Perubahan terjadi begitu cepat dan luas, termasuk mengubah dasar-dasar asumsi dan paradigma memandang perubahan. Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat berpengaruh pada dunia pendidikan. Masalah-masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat juga dialami dunia pendidikan. Sosiologi pendidikan memainkan perannya untuk ikut memformat pendidikan yang mampu berkiprah secara kontekstual. Sistem, muatan, proses dan arah pendidikan perlu ditata ulang dan diatur secara khusus sehingga mampu menjawab sekaligus bermain di arena perubahan sosial tersebut.

B. Rumusan Masalah 

Rumusan-rumusan yang di bahas adalah sebagai berikut

1. Apa penyebab terjadinya suatu perubahan sosial budaya itu

2. Bagamina pengaruh perunahan sosial budaya terhadap suatu pendidikan itu sendiri.
3. Bagaimmana caranya mengimplemntasi terhadap suatu perubahan sosial budaya terhadap pendidikan.

 BAB II PEMBAHASAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan (Widodo:2008). Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Perkembangan masyarakat seringkali juga dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan Augus Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.

Berbeda dengan Spencer dan Comte yang menggunakan konsepsi optimisme, Oswald Spengler cenderung ke arah pesimisme. Menurut Spengler, kehidupan manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir dengan pasang surut. seperti halnya kehidupan organisme yang mempunyai suatu siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa tua dan kematian. Perkembangan pada masyarakat merupakan siklus yang terus akan berulang dan tidak berarti kumulatif. 

BENTUK-BENTUK PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA

1. Perubahan Evolusi dan Revolusi Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan yang berlangsung lama.

Biasanya terjadi karena adanya usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan kondisi baru yang muncul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Contohnya adalah pada perkembangan ilmu pengetahuan. Perubahan revolusi adalah perubahan yag berlangsung cepat dan mendasar. Perubahan ini bisa terjadi karena ada rencana sebelumnya atau tidak sama sekali. Contoh revolusi adalah revolusi industri di Inggris, dimana terjadi perubahan produksi yang awalnya tanpa mesin menjadi menggunakan mesin.

Menurut para ahli, agar perubahan revolusi bisa terjadi, maka ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
 • Ada keinginan umum untuk mengadakan perubahan.
 • Ada pemimpin yang dianggap mampu memimpin masyarakat, menampung keinginan masyarakat, dan  dapat menunjukkan suatu tujuan yang jelas pada masyarakat.
 • Ada keadaan yang tepat dan aktor (pelaku perubahan) yang baik untuk memulai perubahan.

 2. Perubahan Kecil dan Besar Perubahan kecil adalah perubahan yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti pada masyarakat.

Contoh: perubahan mode pakaian, mode rambut, dan lain-lain yang tidak berpengaruh bagi masyarakat secara keseluruhan jika kita tidak mengikutinya. Perubahan besar adalah perubahan yang membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Contohnya penggunaan komputer dan internet untuk menunjang kerja, penggunaan traktor bagi petani, dan lain-lain yang membawa perubahan signifikan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.

 3. Perubahan yang Dikehendaki (Direncanakan) dan Tidak Dikehendaki (Tidak Direncanakan) Perubahan yang direncanakan adalah perubahan yangterjadi karena adanya perencanaan ataupun perkiraan oleh pihak yang merencanakan perubahan tersebut (agent of change).

Agent of change merupakan pihak yang diberi kepercayaan oleh masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih kembaga kemasyarakatan. Contoh perubahan ini adalah kewajiban masyarakat untuk menanam pohon yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Perubahan yang tidak direncanakan adalah perubahan yang tidak dikehendaki dan berlangsung diluar jangkauan masyarakat untuk menahannya, dan biasanya menimbulkan pertentangan di dalam masyarakat. Contohnya kecenderungan untuk mempersingkat prosesi pernikahan karena memerlukan biaya besar, meski perubahan ini tidak dikehendaki tapi masyarakat tidak mampu menghindarinya.

 4. Perubahan Progres dan Regres Perubahan progres adalah perubahan yang membawa keuntungan bagi masyarakat.

Contoh perkembangan pendidikan masyarakat. Perubahan regres adalah perubahan yang membawa kemunduran bagi masyarakat di bidang tertentu. Contoh perubahan pola kehidupan remaja yang mabuk-mabukan.

FAKTA SOSIAL DAN KEBUDAYAAN INDONESIA

Telah diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk. Dari Sabang sampai Merauke terdiri atas suku bangsa yang mana kesemuanya memiliki sistem, stuktur sosial dan kebudayaan yang berbeda. Kondisi masyarakat tersebut baik secara sadar maupun tidak sadar ternyata memungkinkan terjadinya persinggungan struktur sosial dan budaya antara satu dengan yang lainnya yang mana hal tersebut akan mengarah pada perubahan sosial dan kebudayaan. Persinggungan ini awalnya bersifat mikro namun lama kelamaan dapat berubah menjadi makro yang mencakup bangsa Indonesia secara umum.

Dengan banyak ditemukannya kebudayaan yang ada di Indonesia (Jawa, Sumatera, dll) membuat Indoneia sulit menemukan struktur sosial dan kebudayaan yang pas dan dapat merangkum keseluruhannya. Kelabilan semacam ini memungkinkan terjadinya difusi sosial dan kebudayaan secara besar-besaran. Kontak antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia, baik secara aktif maupun defensif akan menimbulkan dampak yang memungkinkan mengarah pada perubahan sosial dan kebudayaan yang kurang konstruktif. Memang harus diakui bahwa bebarengan dengan konteks sesama bangsa tersebut akan hadir pol-pola baru yang mengarah ke upaya maju dan modern. Namun gejala-gejala modern yang telah merambah dunia sepatutnya harus kita renungi. Menurut Soemardjan (1962:53), ciri-ciri masyarakat modern antara lain :

1. Hubungan antar manusia lebih didasarkan atas kepentingan pribadi
2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dalam suasana saling mempengaruhi
3. Kepercayaan kuat pada ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk senantiasa meningkatkan  kesejahteraan masyarakat
4. Masyarakat bergolong-golong menurut bermacam-macam profesi maupun keahlian yang masing-masing dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga pendidikan sekolah dasar, ketrampilan, dan kejuruan.
5. Tingkat pendidikan formal masyarakat tinggi dan merata
6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks sifatnya
7. Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasaran yang didasarkan atas penggunaan uang dan alat-alat pembayaran lainnya.

Selain hal tersebut, masyarakat modern juga ditandai oleh karateristik yang mencolok, yaitu makin longgar ikatan sosial, orientasi pada kepentingan individual, keterbukaan yang bersifat bebas, dan berbagai bentuk fleksibilitas kegiatan lainnya (Soemardjan, 1983). Kemodernan tersebut nampaknya sudah ada di masyarakat Indonesia, hal ini tentu menjadi daya dukung yang tinggi terhadap kemungkinan terjadinya perubahan sosial dan budaya yang pada akhirnya dapat menghilangkan eksistensi bangsa sendiri.

Adanya tempat yang berlebihan terhadap nilai ilmu pengetahuan dan teknologi oleh masyarakat mulai engakibatkan turunnya nilai-nilai filosofis yang hakiki, bahkan nilai-nilai religius pun sudah mulai tergeser dan terkesampingkan. Di samping itu juga timbul keprihatinan sosial dan kemiskinan budaya, khususnya di kalangan generasi muda, terutama sebagai akibat kebebasan dan keterbukaan hubungan dengan bangsa lain. Nilai-nilai baru mulai diberlakukan tanpa didahului dengan upaya memilih dan menyeleksi, mana ang patut dan perlu diterima dan mana yang seharusnya ditolak atau dihindari/dijauhi.

Setelah dilihat dari uraian di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa di bangsa Indonesia sendiri sekarang sudah terjadi perubahan sosial dan kebudayaan baik secara mikromaupun makro, maka sekarang yang terpenting adalah mengupayakan cara agar perubahan sosial dan kebudayaan terjadi secara wajar dan dapat dikendalikan sesuai dengan yang telah dikehendaki dan direncanakan, karena apabila kita menolak perubahan tersebut berarti kita membiarkan bangsa tertindas dan tertinggal oleh kemajuan zaman. Langkah dan upaya yang paling baik untuk menetralisasi kontroversi tersebut adalah dengan bertumpu pada lembaga pendidikan, karena lembaga pendidikan khususnya sekolah merupakan wahana primer yang bersangkutan dengan segala bentuk pendayagunaan potensi bangsa, yaitu generasi muda. Pendidikan sekolah dituntut untuk dapat menanamkan nilai-nilai kepribadian dan filosofis bangsaan serta mempertahankan dan melestarikannya.

PENGARUH PERUBAHAN SOSIAL PADA PENDIDIKAN

Carut-marut situasi pendidikan di Indonesia memang tidak lepas dari pengaruh perubahan sosial. Setiap berbicara mengenai pendidikan, orang selalu berkonotasi sekolah formal. Meski tidak semuanya salah namun konsep ini menisbikan peran pendidikan informal dan non formal, padahal keduanya sama pentingnya. Dengan demikian keterpurukan pendidikan tidak boleh didefinisikan sebagai kegagalan pendidikan formal semata. Kebobrokan sistem dan perilaku sejumlah pemuka masyarakat dan negara, dengan demikian bukan dosa sekolah semata.

Oleh sebab itu sekolah juga mendapat tempat yang istimewa dalam pemikiran tiap orang dalam usahanya meraih tangga sosial yang lebih tinggi. Sedemikian istimewanya hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus yang harus dijalani orang-orang muda yang hendak mengubah kedudukannya dalam susunan masyarakat. Mudah diduga bahwa jalan pikiran seperti itu secara logis mengikuti satu kanal yang menampung imajinasi mayoritas mengalir menuju sebuah muara, yakni credo tentang sekolah sebagai kawah condrodimuko tempat agen-agen perubahan dicetak.

Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat menyangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, yang terjadi secara cepat atau lambat memiliki pengaruh mendasar bagi pendidikan. Perubahan sosial tak lagi digerakkan hanya oleh sejenis borjuis di Eropa abad 17 – 18 melawan kaum feodal, atau oleh kelas buruh yang ingin mengakhiri semacam masyarakat borjuis di abad 19 untuk kemudian menciptakan masyarakat nir kelas, atau oleh para petani kecil yang mencita-citakan suatu land-reform. Juga lebih tak mungkin lagi keyakinan bahwa perubahan hanya dimotori oleh kaum profesional yang merasa diri bebas dan kritis. Masyarakat sipil terdiri dari aneka kekuatan dan gerakan yang membawa dampak perubahan di sana sini.

Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.

Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat. Ekonomi mengalami pasang dan surut berganti-ganti sulit diprediksi. Konstelasi kekuatan-kekuatan politik juga berubah-ubah. Kita tak lagi hidup dengan anggapan lama tentang dunia yang teratur harmonis. Sebaliknya setiap individu sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur. Kecenderungan chaos seperti ini harus dihadapi dan hanya dapat dihadapi oleh orang-orang yang selalu siap untuk belajar hal-hal baru.

Bukanlah mereka yang bermental siap pakai yang akan dapat memanfaatkan dan berhasil ikut mengarahkan perubahan-perubahan kontemporer melainkan mereka yang pikirannya terbuka dan antusias pada hal-hal baru. Keadaan tersebut akan berpengaruh besar pada pendidikan. Oleh sebab itu sekolah, di tingkat manapun, yang tetap menjalankan pendidikan dengan orientasi siap pakai untuk para pelajarnya tidak boleh rusak akibat perubahan tetapi sebaliknya harus mampu menjadi pengemban misi sebagai agent of changes tetapi sekedar consumers of changes. Dari sekolah dengan pandangan siap pakai tidak akan dihasilkan orang-orang muda yang dengan kecerdasannya berhasil memperbaiki kedudukannya dalam susunan sosial output dari sekolah semacam itu hanya dua. Pertama, orang-orang muda yang terlahir berada dan akan terus menduduki strata sosial tinggi, Kedua, para pemuda tak berpunya yang akan tetap menelan kecewa karena ternyata mereka makin sulit naik ke tangga sosial yang lebih tinggi dari orang tua mereka. Sekolah yang tetap kukuh dengan prinsip-prinsip pedagogis, metode-metode pendidikan dan teknik-teknik pengajaran yang bersemangat siap pakai hanya akan menjadi lembaga reproduksi sosial bukan lembaga perubahan sosial. 

IMPLEMENTASI POLITIS SEKOLAH

Patut dipahami bahwa sudah saatnya dunia pendidikan kita mengantisipasi kebijakan (policy) sedini mungkin kearah yang fundamental dan rawan terkena difusi perubahan sosial dan kebudayaan yang bisa menjurus ke hal-hal yang merugikan bangsa.

Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan hendaknya mampu mengarahkan terciptanya kondisi yang benar-benar steril, baik dari pengaruh internal maupun eksternal yang bisa menggerogoti, mengurangi, atau mengganti unsur dan sendi-sendi fundamental yang menjadi visi utamanya. Secara konkret, politisi pendidikan hendaknya mendasar pada aspek berikut:

1. Politisi pendidikan hendaknya diarahkan pada upaya untuk mengembangkan pola pemetaan sendi-sendi dasar/fundamental dan filosofis yang mengarah pada terwujudnya konsepsi kepribadian Indosnesia.
2. Politisi hendaknya mampu menyaranai dikenal, dipahami dan diresapi nilai-nilai sosial budaya bangsa, baik yag bersifat lokal maupun nasional.
3. Politisi hendaknya dapat menjadi filter yang benar-benar ampuh dan memenuhi syarat untuk memilah dan memilih pengaruh-pengaruh luar.
4. Pendidikan hendaknya mengarahkan orientasi sasaran dan tujuannya, bukan semata-mata dengan upaya yang optimal ke arah terbentuknya keseimbangan antara kemampuan profesional, personal, dan sosial-nasioal.
5. Pendidikan hendaknya mampu menciptakan kondisi yang potensial bagi tetap terpelihara dan terjaganya kelengkapan dan keutuhan sistem dan struktur sosial-budaya tanah air.
6. Pendidikan harus mampu mengarahkan pola kehendak dan rencana perubahan sosial dan kebudayaan yang positif.

Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1962. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Soemardjan, Selo. 1983. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: CV. Rajawali. http://cor-amorem.blogspot.com/2010/12/pengaruh-perubahan-sosial-pada.html, Markus Basuki, Pengaruh Perubahan Sosial Pada Pendidikan, diunduh pada tanggal 2 Maret 2012, pada pukul 16.8

Jurnal Ketidakmampuan Belajar (bk belajar)




Identifikasi Ketidakmampuan Belajar: Intervensi Primer, Intervensi Sekunder, dan Lalu Apa?
Daniel J. Reschly
J Learn Disabil 2005; 38; 510
DOI: 10.1177/00222194050380060601

Versi online dari artikel ini dapat ditemukan di:


Diterbitkan oleh:
Hammill Institute on Disabilities





Layanan tambahan dan informasi untuk Jurnal Ketidakmampuan Belajar dapat dilihat di:
Email yang Tersedia: http://ldx.sagepub.com/cgi/alerts
Langganan: http://ldx.sagepub.com/subscriptions
Cek Ulang: http://www.sagepub.com/journalsReprints.nav






Identifikasi Ketidakmampuan Belajar:
Intervensi Primer, Intervensi Sekunder, dan Lalu Apa?

Daniel J. Reschly


Abstrak
Sebuah konsensus yang meluas telah dicapai berdasarkan pentingnya intervensi primer dan sekunder awal bagi anak-anak dalam lingkungan akademik untuk tujuan meningkatkan kompetensi akademik secara keseluruhan dan mencegah prestasi rendah yang sering menyebabkan diagnosis Specific Learning Disability (SLD)/Ketidakmampuan Belajar Spesifik dan penempatan pendidikan khusus jangka panjang. Karakteristik dari program pencegahan yang efektif secara umum dilakukan dengan baik. Seberapa jauh program ini mencegah SLD tidak diketahui, prosedur selanjutnya untuk menentukan kelayakan SLD sangat banyak pokok permasalahan. Isu tentang apa yang harus dilakukan mengenai identifikasi SLD akan dibahas setelah upaya intervensi primer dan sekunder terbukti tidak memadai untuk individu anak-anak.
 


K
arya tulis dalam simposium ini seperti halnya penelitian lainnya oleh penulis
secara tegas menetapkan perjanjian mengenai intervensi akademis yang lebih efektif untuk meningkatkan kompetensi membaca secara keseluruhan dan setidaknya mencegah beberapa proporsi
Ketidakmampuan Belajar Spesifik/Specific Learning Disability (SLD). Dalam tulisan ini, sebuah ringkasan singkat dari penemuan ini akan memicu sebuah diskusi tentang apa yang mungkin atau sebaiknya terjadi antara kekurangan terdokumentasi dari intervensi sekunder untuk individu anak dan penentuan dari SLD dan penempatan pendidikan khusus. Perdebatan yang keras tentang "Then What" (Lalu Apa) telah muncul di sekolah psikologi dan kemungkinan akan terjadi pada organisasi profesi dan spesialisasi lainnya. Taruhannya sangat besar yang terlibat dalam membangun SLD, anak-anak dengan masalah akademis, dan peran profesional psikolog sekolah dan spesialis lain yang terlibat dengan SLD, serta untuk pempublikasi  penilaian instrumen dan prosedur pendidikan dan psikologis.

Berbagai Tingkatan Intervensi
Upaya pencegahan primer dan sekunder merupakan bagian dari berbagai tingkatan
dari intervensi akademik dan perilaku yang dirancang untuk mencegah berkembangnya masalah melalui intervensi yang efektif untuk semua anak, identifikasi awal dan intervensi untuk anak-anak yang menunjukkan munculnya permasalahan, dan jika upaya tersebut tidak memadai, penentuan kelayakan untuk pelayanan SLD dan kebutuhan untuk pendidikan khusus (lihat Tabel 1). Tingkat atau tingkatan intervensi adalah deskriptif tentang apa yang diharapkan; namun, penekanannya jelas pada pencegahan, identifikasi awal, dan intervensi.
Dasar pengetahuan intervensi primer dan sekunder dalam membaca telah berkembang secara signifikan dalam tahun-tahun terakhir ini (misalnya, Foorman, 1995; Simmons, Kame'enui, Coyne, & Chard, 2002; Torgesen et al, 2001;. Vaughn, Gersten, & Chard, 2000; Vaughn & Linan-Thompson, 2003). Prinsip para instruksional yang ditetapkan dalam literatur diimplementasikan secara efektif di penelitian Kamps dan Greenwood (2004) dengan anak-anak muda, anak-anak yang kurang beruntung secara ekonomi. Prinsip-prinsip ini melibatkan penggunaan secara empiris intervensi membaca yang telah divalidasi dengan menggunakan berbagai komponen (kesadaran fonemik, prinsip berdasarkan alphabet, kosa kata, kelancaran, dan pemahaman). Instruksi dipimpin guru, terstruktur, dan berbasis skill. Integritas pengobatan diakui sangat penting dan dinilai secara sistematis. Anak-anak sering merespon dan menerima umpan balik. Cukup besar peluang untuk praktek diberikan untuk memastikan penguasaan keterampilan dan pencapaian kelancaran yang cukup untuk mendukung pemahaman membaca yang baik. Kemajuan anak sering dipantau setiap waktu, dan perubahan dalam intervensi dilaksanakan tergantung pada hasil/outcome si anak.
Persetujuan mengenai penggunaan berbagai tingkatan pencegahan dan intervensi hampir universal. Satu set prinsip umum telah direkomendasikan di dalam konseptualisasi yang berbeda dari intervensi primer dan sekunder, juga digambarkan seperti berbagai tingkatan intervensi (Donovan & Cross, 2002; lihat Tabel 1). Perbedaan dalam tingkat atau tingkatan yang dijelaskan dalam Tabel 1 adalah intensitas intervensi dan ketepatan pengukuran. Prinsip-prinsip fundamental yang sama digunakan di semua tingkat. Sebagai contoh, dalam pencegahan sekunder, atau intervensi Tingkat 2, terbentuk kelompok-kelompok kecil anak (3-6 siswa per kelompok), instruksi lebih intensif menjadi lebih eksplisit dan dipandu dengan analisis tugas yang lebih rinci, dengan lebih banyak kesempatan dalam respon dan umpan balik, pemantauan kemajuan lebih kuat dan tepat (misalnya, satu kali per minggu vs setiap beberapa minggu), dan lebih sering dilakukan evaluasi formatif (yakni, menggunakan kehasilan anak untuk mengubah intervensi). Meskipun ada kesepakatan mengenai setidaknya dua tingkatan seperti yang dijelaskan dalam Tabel 1, beberapa isu-isu/masalah yang belum diselesaikan, termasuk pertanyaan tentang apa yang dilakukan tentang identifikasi SLD jika intervensi primer dan sekunder tidak mencukupi.

TABEL 1
Berbagai Tingkatan Intervensi Akademis dan Tingkah Laku
Tingkatan/Wilayah
Akademis
Tingkah Laku dan Pengaturan Emosional
Peraturan
Tingkat1: Pencegahan Primer:
Pendidikan Umum-Semua siswa
Pastikan instruksi (pengajaran) pendidikan umum didasarkan secara ilmiah dan menghasilkan hasil yang baik bagi kebanyakan anak
Mendukung perilaku/tingkah laku yang positif dan kedisiplinan seluruh sekolah yang efektif

Kemajuan ke arah pertemuan tolok ukur; Butuh intervensi lebih kuat
Tingkat 2: Pencegahan Sekunder:
Standar Protokol-Mungkin 20% dari siswa diberikan setiap waktu
Kelompok kecil les (3-6 siswa); Memantau kemajuan; Sistematis, pengajaran yang terstruktur
Intervensi tingkah laku dan organisasi kelas dan manajemen bantuan tingkah laku yang diperlukan

Kemajuan ke arah penutupan kesenjangan dengan teman sebaya atau kebutuhan untuk intervensi lebih intensif pada tingkat 3
Tingkat 3: Intervensi Individual dan Identifikasi SLD- Mungkin 5% dari siswa pada waktu tertentu
Intervensi akademik individu secara intensif di pendidikan umum
Intervensi individual intensif  untuk tingkah laku dan pengaturan emosional yang dibutuhkan
Penentuan kelayakan pendidikan khusus
berdasarkan kesenjangan besar dibandingkan dengan teman sebaya, kinerja di bawah tolok ukur, dan tingkat pertumbuhan lambat
Tingkat 4: Pencegahan Tersier:
Pendidikan Khusus IEP-berdasarkan; Sampai 5% dari siswa di SLD pada waktu tertentu
Penerapan intervensi intensif, sering memantau kemajuan dengan evaluasi formatif, prinsip-prinsip penerapan desain instruksional yang efektif; keluar kriteria
Penerapan intervensi intensif, sering memantau  kemajuan dengan
evaluasi formatif,
penerapan secara efektif
prinsip perubahan perilaku; keluar kriteria
Kemajuan ke arah menutup kesenjangan
dengan teman sebaya di bidang akademik dan tingkah laku; Keluar pendidikan khusus
ketika kesenjangan cukup menutup
Note. SLD = Sspecific Learning Disability; IEP = Individualized Education Program

Berapa Banyak Tingkatan?
Formulasi berbeda-beda pada berbagai tingkatan. Hampir semua setuju bahwa tingkat pertama adalah pendidikan umum dan tingkat akhir adalah pendidikan khusus. Pertanyaannya adalah apakah ada satu atau dua tingkatan antara titik akhir pada kontinum ini. Argumen untuk empat tingkatan adalah bahwa kelompok kecil (Tingkat 2) dan intervensi individual (Tingkat 3) harus dicoba sebelum penentuan kelayakan pendidikan khusus. Akademik sekunder (Tingkat 2) dan intervensi perilaku biasanya disampaikan kepada kelompok anak-anak (atau kelas) dengan instruksi (pengajaran) individualisasi atau metode perubahan tingkah laku yang agak terbatas. Pendukung empat tingkatan menyarankan tahap pemecahan masalah yang intensif melibatkan akademik individual dan, jika diperlukan, intervensi tingkah laku. Perbedaan pandangan jumlah tingkatan biasanya mengikuti erat dilihat tentang apa yang harus dilakukan untuk menentukan kelayakan setelah upaya pencegahan sekunder Tingkat 2 telah terbukti tidak cukup. Pendukung tiga tingkatan biasanya menyarankan proses yang melibatkan pengolahan standar tes kemampuan atau kognitif sebaiknya mengikuti intervensi sekunder untuk menentukan keberadaan dari SLD, sedangkan pendukung dari empat tingkatan menyarankan pemecahan masalah yang intensif diproses untuk menentukan SLD (lihat diskusi selanjutnya).
Solusi yang mungkin adalah menggabungkan layanan yang dijelaskan pada Tingkat kedua dan ketiga pada Tabel 1. Dalam pengaturan ini, Tiingkat 1 dan 2 akan dilihat terutama sebagai langkah pencegahan dan Tingkat 3 sebagai kombinasi penentuan pencegahan dan kelayakan. Langkah-langkah dalam identifikasi SLD setelah Tingkat 1 dan 2 tidak jelas dalam IDEA (2004). Salah satu pilihan merupakan tahap pemecahan masalah yang intensif, saat ini diterapkan di beberapa tempat (Barbour, 2002; Marston, 2002; Reschly,
Tilly, & Grimes, 1999; Tilly, Reschly, & Grimes, 1999).

Domain yang Ditujukan
Meskipun intervensi sekunder Tingkat 2 biasanya berfokus pada keterampilan akademik, masalah tingkah laku juga sangat penting untuk memproduksi hasil positif bagi banyak anak-anak. Sebagai contoh, Torgeson et al. (2001) melaporkan bahwa peringkat guru dalam perhatian/perilaku adalah salah satu prediktor yang terbaik dari hasil intervensi jangka panjang untuk anak-anak dengan kesulitan membaca. Proporsi anak dengan masalah membaca memiliki masalah bersamaan dengan waktu pada tugas, perhatian, menyelesaikan pekerjaan, dan sebagainya. Kegagalan untuk mengatasi masalah tingkah laku bersama dengan kekurangan keterampilan akademik mengurangi dampak dari intervensi akademik.
Kebanyakan anak-anak dengan permasalahan membaca yang signifikan, ya atau tidaknya mereka dianggap memenuhi syarat untuk SLD dan pendidikan khusus, akan menghabiskan sebagian besar hari sekolah mereka di ruang kelas pendidikan umum (Lihat lingkungan terbatas paling tidak negara-negara dengan data pada http://www.ideadata.org). Belajar pada umumnya, perbaikan/remidial, dan pendidikan khusus ditingkatkan dengan memperhatikan perilaku dan keterampilan akademik yang dibutuhkan. Untuk alasan ini, adalah penting untuk memasukkan intervensi yang diarahkan pada perilaku terkait dengan pembelajaran sekolah seperti perhatian dan penyelesaian pekerjaan jika pencegahan primer dan sekunder berjalan sukses. Beberapa program intervensi yang disajikan dalam edisi Jurnal Ketidakmampuan Belajar secara langsung dan eksplisit bercampur dengan masalah perilaku, meskipun beberapa melaporkan bahwa antara masalah perilaku dan hasil intervensi mempunyai korelasi (hubungan) yang penting.

Integrasi Pengaturan Layanan
Sebuah isu terakhir tentang tingkat intervensi adalah integrasi pengaturan di seluruh layanan. Metode yang digunakan untuk menilai kebutuhan dan kemajuan dalam intervensi primer dan sekunder mungkin atau mungkin tidak dilanjutkan pada tingkat ketiga (jika ada) dan pendidikan khusus. Hasil instruksi langsung bersama dengan evaluasi formatif (L. S. Fuchs & Fuchs, 1986; Kavale & Forness, 1999; misalnya, CBM ukuran kefasihan membaca lisan, ambisius tujuan, grafik hasil terhadap tujuan, memantau kemajuan, petunjuk atau tujuan perubahan berdasarkan hasil, penguatan untuk kemajuan) menghasilkan penuh standar deviasi yang mempengaruhi ukuran. Metode ini cukup esensial untuk keefektifan intervensi sekunder Tingkat 2 dan cenderung bermanfaat bagi anak-anak jika mereka melanjutkan selama penentuan kelayakan dan, jika perlu, dalam penempatan pendidikan khusus. Sebaliknya, beberapa alternatif untuk menentukan kelayakan, setelah intervensi sekunder Tingkat 2 tidak cukup didokumentasikan, pergeseran perhatian dari intervensi ke hipotetis internal anak menujukan bahwa jarang mempunyai implikasi yang signifikan untuk intervensi pendidikan khusus.

Identifikasi SLD Setelah Intervensi Primer dan Sekunder
Beberapa alternatif telah diusulkan dalam literatur untuk identifikasi SLD setelah intervensi sekunder Tingkat 2 telah dicoba. Ada konsensus dalam diskusi ini bahwa SLD melibatkan relatif prestasi rendah untuk teman sebaya meskipun kesempatan yang cukup untuk belajar dan SLD itu bukanlah karena sensorik gangguan atau cacat lainnya seperti retardasi mental. Pertanyaan yang belum terselesaikan adalah apa yang ditambahkan ke persyaratan ini. Alternatif yang berbeda-beda dari proposal untuk melanjutkan ketidaksesuaian kemampuan-prestasi saat ini dalam identifikasi SLD dengan upaya yang lebih besar ke arah pelaksanaan yang tepat bagi keadaan yang tertinggal dari praktek pengujian standar tradisional yang secara eksperimen ditentukan respon terhadap intervensi meliputi penilaian fungsional dan langkah-langkah langsung keterampilan dalam konteks alam (lihat Tabel 2). Perdebatan atas alternatif ini kemungkinan akan menjadi kuat, sebagai kepentingan yang sangat besar yang terlibat dengan kebijakan identifikasi SLD saat ini.

TABEL 2
Perbandingan Tradisional dan Pendekatan
Response-to-Intervention (RTI) /Respon-ke-Intervensi untuk Identifikasi Ketidakmampuan Belajar
Masalah

Proses dan ketidaksesuaian yang berat
RTI
Hubungan; identifikasi dan pengobatan
Hanya sedikit; tidak valid
Eksplisit; langkah dan perawatan sama
Pencegahan; identifikasi awal dan pengobatan
Identifikasi penundaan, tidak ada efek pencegahan
Pencegahan ditekankan dan dioperasionalkan; identifikasi melalui respon pengobatan
Langkah-langkah validitas
Lemah, korelasional
Kuat; eksperimental
Penerapan ilmu pengetahuan
Korelasional ilmu pengetahuan; hipotetis internal yang menghubungkan konstruk
Ilmu pengetahuan eksperimental; keputusan berdasarkan pada penentuan hasil anak secara empiris

IQ- perbedaan prestasi
Meskipun ketidaksesuaian kemampuan-prestasi telah dikritik dengan keras oleh beberapa sejumlah akademisi (misalnya Fletcher et al., 2002), beberapa akademisi terkemuka mempertahankan metode ini dan menganjurkan bahwa ditingkatkan melalui kriteria implementasi yang lebih tepat (misalnya, Kavale, 2002). Pelaksanaan kriteria pketidaksesuaian telah sangat variabel di seluruh negara (Reschly & Hosp, 2004). Selain itu para ilmuwan yang mempertahankan metode tradisional dalam artikel yang diterbitkan, ada banyak orang di lapangan yang tetap percaya bahwa indikator pokok SLD adalah sebuah ketidaksesuaian kemampuan-prestasi. Tidak mungkin bahwa pikiran yang sebenarnya percaya ini akan berubah dalam waktu dekat.
Kekurangan dalam ketidaksesuaian kemampuan-prestasi (tak stabil, tidak sah, dan menunggu-untuk-efek gagal) ada di luar pembahasan ini (Fletcher et al., 2002). Kebijakan federal mengenai penggunaan penyimpangan IQ-prestasi diidentifikasi SLD telah berubah secara dramatis (IDEA, 2004) dengan bahasa menurut undang-undang menyatakan bahwa “dinas pendidikan setempat tidak diperlukan untuk mempertimbangkan dengan seksama apakah anak mempunyai penyimpangan yang parah antara prestasi dan kemampuan intelektual”, yang diikuti oleh bahasa yang menyusulkan respon terhadap intervensi (RTI) sebagai alternatif yang boleh digunakan dalam suatu proses yang menentukan seorang anak untuk menanggapi ilmu pengetahuan, intervensi berbasis riset. Bahasa ini memiliki efek mengendalikan kebijaksanaan yang menetapkan persyaratan yang berkaitan dengan kawasan sekolah lokal, yaitu pemerintah federal dan negara. Ini tidak muncul untuk melarang kelanjutan dari kriteria penyimpangan kemampuan-prestasi oleh kawasan sekolah lokal jika mereka memilih untuk melakukannya. Selanjutnya, pendoman kebijakan mengenai penyimpangan kemungkinan besar akan muncul pada peraturan federal dan negara setelah peraturan IDEA sekarang tertunda diterbitkan. Tantangan besar untuk wilayah lokal memilih untuk tetap menggunakan penyimpangan IQ-prestasi untuk mengatasi masalah dengan stabilitas, berlakunya, bahaya, dan karena menunggu-untuk-akibat gagal.


Proses kognitif
Sebagai penulis dan penerbit dari kemampuan tes terstandarisasi telah mengamati meningkatnya kecaman/kritik atas penyimpangan/ketidaksesuaian kemampuan-prestasi ini, perubahan halus yang telah terjadi pada pengujian struktur dan pemasaran. Semua tes kemampuan meski saat ini telah membuat pernyataan bahwa langkah mereka umumnya mengalami gangguan intelektual dan karena itu berguna dalam penentuan penyimpangan kemampuan-prestasi, hampir semua sekarang mengakui sebagai langkah dalam proses kognitif. Mereka juga sangat menegaskan perlunya menilai proses kognitif dengan SLD (mengutip definisi SLD dalam IDEA), tetapi mengabaikan fakta bahwa kriteria klasifikasi SLD federal tidak pernah memerlukan penilaian proses kognitif. Semua menegaskan bahwa tes mereka adalah langkah yang benar dalam proses kognitif (Lihat klaim pemasaran dan penulis yang dibuat untuk Sistem Penilaian Kognitif [Naglieri & Das, 1997}, Kaufman Assessment Battery for Children-II [Kaufman & Kaufman, 2004], Stanford Binet V [Roid, 2003], dan Skala Intelegensi Wechsler untuk Anak-IV [Wechsler, 2003].
Tingginya taruhan yang melibatkan keputusan tentang apa yang dilakukan dalam identifikasi SLD diakui oleh penulis tes ini (Hale, Kaufman, Naglieri, & Kavale, 2004). Sebagai contoh, Alan Kaufman berkomentar,

Dengan hilangnya penyimpangan kemampuan-prestasi untuk penetapan ketidakmampuan belajar, bersama dengan yang lainnya, dan perubahan dalam definisi dan prosedur, nasib dari tes IQ tradisional dan melahirkan teori baru berbasis langkah kognitif serta sifat dasar dari kegiatan klinis secara umum tergantung pada keseimbangan.(Kaufman, 2004)

Kendala utama dari proses penetapan persyaratan proses kognitif sebagai komponen utama dalam identifikasi SLD adalah belum adanya penelitian menunjukkan (a) meningkatkan akurasi identifikasi SLD (b) kontrol yang wajar di atas kelaziman, (c) lebih efektif intervensi instruksional, atau (d) meningkatkan prediksi pada hasil yang penting. Selain itu isu-isu dasar reliabilitas dan validitas, yang tinggi derajat keragamannya dalam proses kognitif dan bisa diharapkan menjadi ciri khas dengan mayoritas besar siswa normal maupun dengan siswa yang rendah prestasinya yang mungkin dianggap untuk diagnosa SLD. Ada  atau tidak adanya keragaman dalam langkah proses kognitif, dan pernyataan bahwa kelemahan menjelaskan ketidakefektifan belajar dan bahwa kekuatan dapat digunakan untuk merancang intervensi yang efisien, penelitian ini tidak didukung oleh bukti (Fletcher & Reschly , 2004 , Vaughn & Linan-Thompson , 2003). Mengingat tingginya tingkat dasar variabilitas dari proses kognitif, sulit untuk melihat bagaimana pertimbangan dari langkah-langkah proses kognitif yang akan membatasi diagnosis SLD untuk beberapa kelompok khusus yang terpisah dari populasi umum yang rendah tingkat keberhasilan siswanya.

Perbedaan Intraindividual
Kemungkinan lain adalah fokus pada keragaman intraindividual antara langkah kognitif dan prestasi. Intraindividual, atau within-person, keragaman merupakan salah satu pondasi asli dari SLD (Kirk, tahun 1976), dan sering muncul dalam pembahasan mengenai SLD hari ini ( Kavale, tahun 2002). Saat ini negara bagian Louisiana menggunakan variasi ini dengani mengganti penyimpangan bidang prestasi dalam penyimpangan kemampuan-prestasi. SLD ini tercermin dalam kinerja yang lebih tinggi dalam satu atau lebih bidang prestasi dibanding dengan satu atau lebih bidang  di mana terdapat prestasi yang rendah.
            Beberapa masalah penyimpangan intraindividual sebagai penanda penting bagi SLD mencakup penentuan daerah yang termasuk dalam analisis (prestasi saja, prestasi ditambah daerah lain) dan di mana-mana tersebar variasi yang besar di wilayah berbeda yang biasanya berkembang di antara para mahasiswa dan pelajar dengan beberapa jenis gangguan (D. Fuchs, Fuchs, Tindal, & Deno, 1986, Hallahan & Kaufman, tahun 1977). Dengan kesimpulan yang tampaknya menghalangi keragaman intraindividual sebagai kriteria yang akan memisahkan siswa yang SLD dari anak-anak lain atau anak-anak dengan gangguan lain

Hasil penelitian kami menunjukkan suara lain dalam meningkatnya chorus, mengungkapkan pandangan bahwa saat ini pelajar didefinisikan sebagai karakteristik secara khas gagal untuk membedakan antara populasi subkelompok cacat ringan. Selain itu, temuan saat ini menunjukkan bahwa keragaman kinerja tidak hanya berhasil membedakan antara anak-anak cacat ringan, juga tidak dapat diandalkan atau gagal untuk membedakan antara  LD sedang dan biasanya mencapai murid. (D. Fuchs et al. , tahun 1986, p. 87)

Menambahkan sebuah kebutuhan keberagaman intraindividual adalah konsisten dengan konsepsi tradisional SLD; namun, ini hanya akan melakukan sedikit untuk meningkatkan identifikasi SLD atau meningkatkan efektivitas intervensi. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa menunjukkans statistik yang signifikan, dan dalam kebanyakan kasus, pada kenyataannya perbedaan secara signifikan antara bidang prestasi dan kemampuan. Dan keragaman within-person dengan prestasi yang rendah kemungkinan akan sedikit melakukan untuk membedakan siswa yang SLD dari siswa lain.
Kekuatan, Pemecahan Masalah Individual
Pemecahan masalah individual saat ini diterapkan sebagai suatu alternatif di beberapa negara bagian dan LEAs sebagai cara untuk mengidentifikasi SLD. Proses ganda dari pemecahan masalah Tingkat 3 adalah untuk mengatasi masalah belajar dan tingkah laku, sehingga mencegah kebutuhan pendidikan khusus, atau, tergantung pada hasilnya, dan menentukan kelayakan untuk pendidikan khusus. Kriteria pemecahan masah untuk SLD meliputi (a) perbedaan besar dari kinerja tingkat sebaya dalam satu atau lebih terkait domain prestasi yang menggunakan perbandingan sebaya, dan ada tanda penentu terhadap risiko penilaian yang tinggi; (b) rendahnya tingkat belajar dibandingkan dengan sebaya meskipun berkualitas tinggi intervensinya dalam prestasi dan, jika tepat, perilaku, berpedoman pada masalah definisi perilaku, data tingkat normal, desain dan pelaksanaan secara ilmiah berdasarkan intervensi dengan integritas yang baik, tujuan ambisius, memantau kemajuan dengan evaluasi formatif, dan evaluasi hasil; (c) faktor pengecualian dioperasikan; (d) mendokumentasikan dampak yang merugikan dalam kinerja pendidikan: dan (e) mendokumentasikan kebutuhan khusus yang dirancang untuk pengajaran.
Tingkat ketiga pemecahan masalah menambahkan intervensi sekunder Tingkat 2 dengan memberikan intervensi individual yang fokus pada prestasi dan perilaku. Fokus intervensi individual ini adalah untuk meningkatkan intensitas mereka dan ketepatan yang tinggi. Selain itu, bagi anak yang kuat, pemecahan masalah individual ini belum cukup, banyak desain intervensi pendidikan khusus yang efektif yang telah berlangsung (definisi perilaku, ukuran yang tepat, grafik, dan lain sebagainya). Karena itu, pemecahan masalah ini berguna dalam penentuan kelayakan dan desain pendidikan khusus, mencapai integrasi yang erat antara semua tingkatan intervensi.
Pilihan problem-solving (pemecahan masalah) juga kontroversial. Para kritikus mengklaim bahwa itu tidak mencerminkan sifat asli SLD, tidak mungkin untuk menerapkan dengan integritas yang baik, dan dapat menyebabkan kematian dari membangun diagnostik SLD itu (misalnya, D. Fuchs , Mock, Morgan, & Young, 2003), peristiwa yang sangat tidak mungkin mengingat status SLD saat ini. Implementasi adalah masalah signifikan. Sebuah pendekatan pemecahan masalah, dibandingkan dengan pilihan lain, yang paling banyak membutuhkan perubahan dari praktek saat ini dan upaya terbesar melanjutkan pendidikan. Penggunaan pendoman protokol pemecahan masalah telah membuktikan kesuksesannya (Reschly & Grimes, 1991), meminjamkan kredibilitas untuk kelayakan pilihan problem-solving.

Ringkasan
Keputusan mengenai identifikasi SLD dalam waktu dekat ini tidak terselesaikan, dan beberapa pilihan memiliki pendukung yang kuat. Konsensus belum muncul, dan keputusan dalam waktu dekat akan lebih kontroversial. Tidak adanya konsensus membuat lebih mungkin bahwa bimbingan dari pemerintah federal dan aturan negara bagian akan ambigu, dengan banyak variasi negara dan daerah. Dengan kata lain, keberagaman yang sangat besar saat ini dalam kebijakan SLD lembaga pendidikan negara bagian dan praktek-praktek yang digambarkan oleh Reschly dan Hosp (2004) kemungkinan akan berlanjut.

Tentang Penulis

Daniel J. Reschly, Phd, adalah seorang Profesor Pendidikan dan Psikologi dan Ketua Departemen Pendidikan Khusus, Perguruan Tinggi Peabody, Universitas Vanderbilt. Ia adalah co-directorPusat Penelitian Nasional dalam Ketidakmampuan Belajar dan melakukan penelitian dalam identifikasi ketidakmampuan, ketidakseimbangan, dan masalah professional sekolah psikologi. Alamat: Daniel J. Reschly, Box 328 Peabody College, Vanderbilt University, Nashville, TN 37203; e-mail: dan .reschly@vanderbilt.edu.

oleh (akbar.dominika dan sant)





Followers

pengunjung

Seputar Kampus FIP