Follow Me:

Jurnal Ketidakmampuan Belajar (bk belajar)




Identifikasi Ketidakmampuan Belajar: Intervensi Primer, Intervensi Sekunder, dan Lalu Apa?
Daniel J. Reschly
J Learn Disabil 2005; 38; 510
DOI: 10.1177/00222194050380060601

Versi online dari artikel ini dapat ditemukan di:


Diterbitkan oleh:
Hammill Institute on Disabilities





Layanan tambahan dan informasi untuk Jurnal Ketidakmampuan Belajar dapat dilihat di:
Email yang Tersedia: http://ldx.sagepub.com/cgi/alerts
Langganan: http://ldx.sagepub.com/subscriptions
Cek Ulang: http://www.sagepub.com/journalsReprints.nav






Identifikasi Ketidakmampuan Belajar:
Intervensi Primer, Intervensi Sekunder, dan Lalu Apa?

Daniel J. Reschly


Abstrak
Sebuah konsensus yang meluas telah dicapai berdasarkan pentingnya intervensi primer dan sekunder awal bagi anak-anak dalam lingkungan akademik untuk tujuan meningkatkan kompetensi akademik secara keseluruhan dan mencegah prestasi rendah yang sering menyebabkan diagnosis Specific Learning Disability (SLD)/Ketidakmampuan Belajar Spesifik dan penempatan pendidikan khusus jangka panjang. Karakteristik dari program pencegahan yang efektif secara umum dilakukan dengan baik. Seberapa jauh program ini mencegah SLD tidak diketahui, prosedur selanjutnya untuk menentukan kelayakan SLD sangat banyak pokok permasalahan. Isu tentang apa yang harus dilakukan mengenai identifikasi SLD akan dibahas setelah upaya intervensi primer dan sekunder terbukti tidak memadai untuk individu anak-anak.
 


K
arya tulis dalam simposium ini seperti halnya penelitian lainnya oleh penulis
secara tegas menetapkan perjanjian mengenai intervensi akademis yang lebih efektif untuk meningkatkan kompetensi membaca secara keseluruhan dan setidaknya mencegah beberapa proporsi
Ketidakmampuan Belajar Spesifik/Specific Learning Disability (SLD). Dalam tulisan ini, sebuah ringkasan singkat dari penemuan ini akan memicu sebuah diskusi tentang apa yang mungkin atau sebaiknya terjadi antara kekurangan terdokumentasi dari intervensi sekunder untuk individu anak dan penentuan dari SLD dan penempatan pendidikan khusus. Perdebatan yang keras tentang "Then What" (Lalu Apa) telah muncul di sekolah psikologi dan kemungkinan akan terjadi pada organisasi profesi dan spesialisasi lainnya. Taruhannya sangat besar yang terlibat dalam membangun SLD, anak-anak dengan masalah akademis, dan peran profesional psikolog sekolah dan spesialis lain yang terlibat dengan SLD, serta untuk pempublikasi  penilaian instrumen dan prosedur pendidikan dan psikologis.

Berbagai Tingkatan Intervensi
Upaya pencegahan primer dan sekunder merupakan bagian dari berbagai tingkatan
dari intervensi akademik dan perilaku yang dirancang untuk mencegah berkembangnya masalah melalui intervensi yang efektif untuk semua anak, identifikasi awal dan intervensi untuk anak-anak yang menunjukkan munculnya permasalahan, dan jika upaya tersebut tidak memadai, penentuan kelayakan untuk pelayanan SLD dan kebutuhan untuk pendidikan khusus (lihat Tabel 1). Tingkat atau tingkatan intervensi adalah deskriptif tentang apa yang diharapkan; namun, penekanannya jelas pada pencegahan, identifikasi awal, dan intervensi.
Dasar pengetahuan intervensi primer dan sekunder dalam membaca telah berkembang secara signifikan dalam tahun-tahun terakhir ini (misalnya, Foorman, 1995; Simmons, Kame'enui, Coyne, & Chard, 2002; Torgesen et al, 2001;. Vaughn, Gersten, & Chard, 2000; Vaughn & Linan-Thompson, 2003). Prinsip para instruksional yang ditetapkan dalam literatur diimplementasikan secara efektif di penelitian Kamps dan Greenwood (2004) dengan anak-anak muda, anak-anak yang kurang beruntung secara ekonomi. Prinsip-prinsip ini melibatkan penggunaan secara empiris intervensi membaca yang telah divalidasi dengan menggunakan berbagai komponen (kesadaran fonemik, prinsip berdasarkan alphabet, kosa kata, kelancaran, dan pemahaman). Instruksi dipimpin guru, terstruktur, dan berbasis skill. Integritas pengobatan diakui sangat penting dan dinilai secara sistematis. Anak-anak sering merespon dan menerima umpan balik. Cukup besar peluang untuk praktek diberikan untuk memastikan penguasaan keterampilan dan pencapaian kelancaran yang cukup untuk mendukung pemahaman membaca yang baik. Kemajuan anak sering dipantau setiap waktu, dan perubahan dalam intervensi dilaksanakan tergantung pada hasil/outcome si anak.
Persetujuan mengenai penggunaan berbagai tingkatan pencegahan dan intervensi hampir universal. Satu set prinsip umum telah direkomendasikan di dalam konseptualisasi yang berbeda dari intervensi primer dan sekunder, juga digambarkan seperti berbagai tingkatan intervensi (Donovan & Cross, 2002; lihat Tabel 1). Perbedaan dalam tingkat atau tingkatan yang dijelaskan dalam Tabel 1 adalah intensitas intervensi dan ketepatan pengukuran. Prinsip-prinsip fundamental yang sama digunakan di semua tingkat. Sebagai contoh, dalam pencegahan sekunder, atau intervensi Tingkat 2, terbentuk kelompok-kelompok kecil anak (3-6 siswa per kelompok), instruksi lebih intensif menjadi lebih eksplisit dan dipandu dengan analisis tugas yang lebih rinci, dengan lebih banyak kesempatan dalam respon dan umpan balik, pemantauan kemajuan lebih kuat dan tepat (misalnya, satu kali per minggu vs setiap beberapa minggu), dan lebih sering dilakukan evaluasi formatif (yakni, menggunakan kehasilan anak untuk mengubah intervensi). Meskipun ada kesepakatan mengenai setidaknya dua tingkatan seperti yang dijelaskan dalam Tabel 1, beberapa isu-isu/masalah yang belum diselesaikan, termasuk pertanyaan tentang apa yang dilakukan tentang identifikasi SLD jika intervensi primer dan sekunder tidak mencukupi.

TABEL 1
Berbagai Tingkatan Intervensi Akademis dan Tingkah Laku
Tingkatan/Wilayah
Akademis
Tingkah Laku dan Pengaturan Emosional
Peraturan
Tingkat1: Pencegahan Primer:
Pendidikan Umum-Semua siswa
Pastikan instruksi (pengajaran) pendidikan umum didasarkan secara ilmiah dan menghasilkan hasil yang baik bagi kebanyakan anak
Mendukung perilaku/tingkah laku yang positif dan kedisiplinan seluruh sekolah yang efektif

Kemajuan ke arah pertemuan tolok ukur; Butuh intervensi lebih kuat
Tingkat 2: Pencegahan Sekunder:
Standar Protokol-Mungkin 20% dari siswa diberikan setiap waktu
Kelompok kecil les (3-6 siswa); Memantau kemajuan; Sistematis, pengajaran yang terstruktur
Intervensi tingkah laku dan organisasi kelas dan manajemen bantuan tingkah laku yang diperlukan

Kemajuan ke arah penutupan kesenjangan dengan teman sebaya atau kebutuhan untuk intervensi lebih intensif pada tingkat 3
Tingkat 3: Intervensi Individual dan Identifikasi SLD- Mungkin 5% dari siswa pada waktu tertentu
Intervensi akademik individu secara intensif di pendidikan umum
Intervensi individual intensif  untuk tingkah laku dan pengaturan emosional yang dibutuhkan
Penentuan kelayakan pendidikan khusus
berdasarkan kesenjangan besar dibandingkan dengan teman sebaya, kinerja di bawah tolok ukur, dan tingkat pertumbuhan lambat
Tingkat 4: Pencegahan Tersier:
Pendidikan Khusus IEP-berdasarkan; Sampai 5% dari siswa di SLD pada waktu tertentu
Penerapan intervensi intensif, sering memantau kemajuan dengan evaluasi formatif, prinsip-prinsip penerapan desain instruksional yang efektif; keluar kriteria
Penerapan intervensi intensif, sering memantau  kemajuan dengan
evaluasi formatif,
penerapan secara efektif
prinsip perubahan perilaku; keluar kriteria
Kemajuan ke arah menutup kesenjangan
dengan teman sebaya di bidang akademik dan tingkah laku; Keluar pendidikan khusus
ketika kesenjangan cukup menutup
Note. SLD = Sspecific Learning Disability; IEP = Individualized Education Program

Berapa Banyak Tingkatan?
Formulasi berbeda-beda pada berbagai tingkatan. Hampir semua setuju bahwa tingkat pertama adalah pendidikan umum dan tingkat akhir adalah pendidikan khusus. Pertanyaannya adalah apakah ada satu atau dua tingkatan antara titik akhir pada kontinum ini. Argumen untuk empat tingkatan adalah bahwa kelompok kecil (Tingkat 2) dan intervensi individual (Tingkat 3) harus dicoba sebelum penentuan kelayakan pendidikan khusus. Akademik sekunder (Tingkat 2) dan intervensi perilaku biasanya disampaikan kepada kelompok anak-anak (atau kelas) dengan instruksi (pengajaran) individualisasi atau metode perubahan tingkah laku yang agak terbatas. Pendukung empat tingkatan menyarankan tahap pemecahan masalah yang intensif melibatkan akademik individual dan, jika diperlukan, intervensi tingkah laku. Perbedaan pandangan jumlah tingkatan biasanya mengikuti erat dilihat tentang apa yang harus dilakukan untuk menentukan kelayakan setelah upaya pencegahan sekunder Tingkat 2 telah terbukti tidak cukup. Pendukung tiga tingkatan biasanya menyarankan proses yang melibatkan pengolahan standar tes kemampuan atau kognitif sebaiknya mengikuti intervensi sekunder untuk menentukan keberadaan dari SLD, sedangkan pendukung dari empat tingkatan menyarankan pemecahan masalah yang intensif diproses untuk menentukan SLD (lihat diskusi selanjutnya).
Solusi yang mungkin adalah menggabungkan layanan yang dijelaskan pada Tingkat kedua dan ketiga pada Tabel 1. Dalam pengaturan ini, Tiingkat 1 dan 2 akan dilihat terutama sebagai langkah pencegahan dan Tingkat 3 sebagai kombinasi penentuan pencegahan dan kelayakan. Langkah-langkah dalam identifikasi SLD setelah Tingkat 1 dan 2 tidak jelas dalam IDEA (2004). Salah satu pilihan merupakan tahap pemecahan masalah yang intensif, saat ini diterapkan di beberapa tempat (Barbour, 2002; Marston, 2002; Reschly,
Tilly, & Grimes, 1999; Tilly, Reschly, & Grimes, 1999).

Domain yang Ditujukan
Meskipun intervensi sekunder Tingkat 2 biasanya berfokus pada keterampilan akademik, masalah tingkah laku juga sangat penting untuk memproduksi hasil positif bagi banyak anak-anak. Sebagai contoh, Torgeson et al. (2001) melaporkan bahwa peringkat guru dalam perhatian/perilaku adalah salah satu prediktor yang terbaik dari hasil intervensi jangka panjang untuk anak-anak dengan kesulitan membaca. Proporsi anak dengan masalah membaca memiliki masalah bersamaan dengan waktu pada tugas, perhatian, menyelesaikan pekerjaan, dan sebagainya. Kegagalan untuk mengatasi masalah tingkah laku bersama dengan kekurangan keterampilan akademik mengurangi dampak dari intervensi akademik.
Kebanyakan anak-anak dengan permasalahan membaca yang signifikan, ya atau tidaknya mereka dianggap memenuhi syarat untuk SLD dan pendidikan khusus, akan menghabiskan sebagian besar hari sekolah mereka di ruang kelas pendidikan umum (Lihat lingkungan terbatas paling tidak negara-negara dengan data pada http://www.ideadata.org). Belajar pada umumnya, perbaikan/remidial, dan pendidikan khusus ditingkatkan dengan memperhatikan perilaku dan keterampilan akademik yang dibutuhkan. Untuk alasan ini, adalah penting untuk memasukkan intervensi yang diarahkan pada perilaku terkait dengan pembelajaran sekolah seperti perhatian dan penyelesaian pekerjaan jika pencegahan primer dan sekunder berjalan sukses. Beberapa program intervensi yang disajikan dalam edisi Jurnal Ketidakmampuan Belajar secara langsung dan eksplisit bercampur dengan masalah perilaku, meskipun beberapa melaporkan bahwa antara masalah perilaku dan hasil intervensi mempunyai korelasi (hubungan) yang penting.

Integrasi Pengaturan Layanan
Sebuah isu terakhir tentang tingkat intervensi adalah integrasi pengaturan di seluruh layanan. Metode yang digunakan untuk menilai kebutuhan dan kemajuan dalam intervensi primer dan sekunder mungkin atau mungkin tidak dilanjutkan pada tingkat ketiga (jika ada) dan pendidikan khusus. Hasil instruksi langsung bersama dengan evaluasi formatif (L. S. Fuchs & Fuchs, 1986; Kavale & Forness, 1999; misalnya, CBM ukuran kefasihan membaca lisan, ambisius tujuan, grafik hasil terhadap tujuan, memantau kemajuan, petunjuk atau tujuan perubahan berdasarkan hasil, penguatan untuk kemajuan) menghasilkan penuh standar deviasi yang mempengaruhi ukuran. Metode ini cukup esensial untuk keefektifan intervensi sekunder Tingkat 2 dan cenderung bermanfaat bagi anak-anak jika mereka melanjutkan selama penentuan kelayakan dan, jika perlu, dalam penempatan pendidikan khusus. Sebaliknya, beberapa alternatif untuk menentukan kelayakan, setelah intervensi sekunder Tingkat 2 tidak cukup didokumentasikan, pergeseran perhatian dari intervensi ke hipotetis internal anak menujukan bahwa jarang mempunyai implikasi yang signifikan untuk intervensi pendidikan khusus.

Identifikasi SLD Setelah Intervensi Primer dan Sekunder
Beberapa alternatif telah diusulkan dalam literatur untuk identifikasi SLD setelah intervensi sekunder Tingkat 2 telah dicoba. Ada konsensus dalam diskusi ini bahwa SLD melibatkan relatif prestasi rendah untuk teman sebaya meskipun kesempatan yang cukup untuk belajar dan SLD itu bukanlah karena sensorik gangguan atau cacat lainnya seperti retardasi mental. Pertanyaan yang belum terselesaikan adalah apa yang ditambahkan ke persyaratan ini. Alternatif yang berbeda-beda dari proposal untuk melanjutkan ketidaksesuaian kemampuan-prestasi saat ini dalam identifikasi SLD dengan upaya yang lebih besar ke arah pelaksanaan yang tepat bagi keadaan yang tertinggal dari praktek pengujian standar tradisional yang secara eksperimen ditentukan respon terhadap intervensi meliputi penilaian fungsional dan langkah-langkah langsung keterampilan dalam konteks alam (lihat Tabel 2). Perdebatan atas alternatif ini kemungkinan akan menjadi kuat, sebagai kepentingan yang sangat besar yang terlibat dengan kebijakan identifikasi SLD saat ini.

TABEL 2
Perbandingan Tradisional dan Pendekatan
Response-to-Intervention (RTI) /Respon-ke-Intervensi untuk Identifikasi Ketidakmampuan Belajar
Masalah

Proses dan ketidaksesuaian yang berat
RTI
Hubungan; identifikasi dan pengobatan
Hanya sedikit; tidak valid
Eksplisit; langkah dan perawatan sama
Pencegahan; identifikasi awal dan pengobatan
Identifikasi penundaan, tidak ada efek pencegahan
Pencegahan ditekankan dan dioperasionalkan; identifikasi melalui respon pengobatan
Langkah-langkah validitas
Lemah, korelasional
Kuat; eksperimental
Penerapan ilmu pengetahuan
Korelasional ilmu pengetahuan; hipotetis internal yang menghubungkan konstruk
Ilmu pengetahuan eksperimental; keputusan berdasarkan pada penentuan hasil anak secara empiris

IQ- perbedaan prestasi
Meskipun ketidaksesuaian kemampuan-prestasi telah dikritik dengan keras oleh beberapa sejumlah akademisi (misalnya Fletcher et al., 2002), beberapa akademisi terkemuka mempertahankan metode ini dan menganjurkan bahwa ditingkatkan melalui kriteria implementasi yang lebih tepat (misalnya, Kavale, 2002). Pelaksanaan kriteria pketidaksesuaian telah sangat variabel di seluruh negara (Reschly & Hosp, 2004). Selain itu para ilmuwan yang mempertahankan metode tradisional dalam artikel yang diterbitkan, ada banyak orang di lapangan yang tetap percaya bahwa indikator pokok SLD adalah sebuah ketidaksesuaian kemampuan-prestasi. Tidak mungkin bahwa pikiran yang sebenarnya percaya ini akan berubah dalam waktu dekat.
Kekurangan dalam ketidaksesuaian kemampuan-prestasi (tak stabil, tidak sah, dan menunggu-untuk-efek gagal) ada di luar pembahasan ini (Fletcher et al., 2002). Kebijakan federal mengenai penggunaan penyimpangan IQ-prestasi diidentifikasi SLD telah berubah secara dramatis (IDEA, 2004) dengan bahasa menurut undang-undang menyatakan bahwa “dinas pendidikan setempat tidak diperlukan untuk mempertimbangkan dengan seksama apakah anak mempunyai penyimpangan yang parah antara prestasi dan kemampuan intelektual”, yang diikuti oleh bahasa yang menyusulkan respon terhadap intervensi (RTI) sebagai alternatif yang boleh digunakan dalam suatu proses yang menentukan seorang anak untuk menanggapi ilmu pengetahuan, intervensi berbasis riset. Bahasa ini memiliki efek mengendalikan kebijaksanaan yang menetapkan persyaratan yang berkaitan dengan kawasan sekolah lokal, yaitu pemerintah federal dan negara. Ini tidak muncul untuk melarang kelanjutan dari kriteria penyimpangan kemampuan-prestasi oleh kawasan sekolah lokal jika mereka memilih untuk melakukannya. Selanjutnya, pendoman kebijakan mengenai penyimpangan kemungkinan besar akan muncul pada peraturan federal dan negara setelah peraturan IDEA sekarang tertunda diterbitkan. Tantangan besar untuk wilayah lokal memilih untuk tetap menggunakan penyimpangan IQ-prestasi untuk mengatasi masalah dengan stabilitas, berlakunya, bahaya, dan karena menunggu-untuk-akibat gagal.


Proses kognitif
Sebagai penulis dan penerbit dari kemampuan tes terstandarisasi telah mengamati meningkatnya kecaman/kritik atas penyimpangan/ketidaksesuaian kemampuan-prestasi ini, perubahan halus yang telah terjadi pada pengujian struktur dan pemasaran. Semua tes kemampuan meski saat ini telah membuat pernyataan bahwa langkah mereka umumnya mengalami gangguan intelektual dan karena itu berguna dalam penentuan penyimpangan kemampuan-prestasi, hampir semua sekarang mengakui sebagai langkah dalam proses kognitif. Mereka juga sangat menegaskan perlunya menilai proses kognitif dengan SLD (mengutip definisi SLD dalam IDEA), tetapi mengabaikan fakta bahwa kriteria klasifikasi SLD federal tidak pernah memerlukan penilaian proses kognitif. Semua menegaskan bahwa tes mereka adalah langkah yang benar dalam proses kognitif (Lihat klaim pemasaran dan penulis yang dibuat untuk Sistem Penilaian Kognitif [Naglieri & Das, 1997}, Kaufman Assessment Battery for Children-II [Kaufman & Kaufman, 2004], Stanford Binet V [Roid, 2003], dan Skala Intelegensi Wechsler untuk Anak-IV [Wechsler, 2003].
Tingginya taruhan yang melibatkan keputusan tentang apa yang dilakukan dalam identifikasi SLD diakui oleh penulis tes ini (Hale, Kaufman, Naglieri, & Kavale, 2004). Sebagai contoh, Alan Kaufman berkomentar,

Dengan hilangnya penyimpangan kemampuan-prestasi untuk penetapan ketidakmampuan belajar, bersama dengan yang lainnya, dan perubahan dalam definisi dan prosedur, nasib dari tes IQ tradisional dan melahirkan teori baru berbasis langkah kognitif serta sifat dasar dari kegiatan klinis secara umum tergantung pada keseimbangan.(Kaufman, 2004)

Kendala utama dari proses penetapan persyaratan proses kognitif sebagai komponen utama dalam identifikasi SLD adalah belum adanya penelitian menunjukkan (a) meningkatkan akurasi identifikasi SLD (b) kontrol yang wajar di atas kelaziman, (c) lebih efektif intervensi instruksional, atau (d) meningkatkan prediksi pada hasil yang penting. Selain itu isu-isu dasar reliabilitas dan validitas, yang tinggi derajat keragamannya dalam proses kognitif dan bisa diharapkan menjadi ciri khas dengan mayoritas besar siswa normal maupun dengan siswa yang rendah prestasinya yang mungkin dianggap untuk diagnosa SLD. Ada  atau tidak adanya keragaman dalam langkah proses kognitif, dan pernyataan bahwa kelemahan menjelaskan ketidakefektifan belajar dan bahwa kekuatan dapat digunakan untuk merancang intervensi yang efisien, penelitian ini tidak didukung oleh bukti (Fletcher & Reschly , 2004 , Vaughn & Linan-Thompson , 2003). Mengingat tingginya tingkat dasar variabilitas dari proses kognitif, sulit untuk melihat bagaimana pertimbangan dari langkah-langkah proses kognitif yang akan membatasi diagnosis SLD untuk beberapa kelompok khusus yang terpisah dari populasi umum yang rendah tingkat keberhasilan siswanya.

Perbedaan Intraindividual
Kemungkinan lain adalah fokus pada keragaman intraindividual antara langkah kognitif dan prestasi. Intraindividual, atau within-person, keragaman merupakan salah satu pondasi asli dari SLD (Kirk, tahun 1976), dan sering muncul dalam pembahasan mengenai SLD hari ini ( Kavale, tahun 2002). Saat ini negara bagian Louisiana menggunakan variasi ini dengani mengganti penyimpangan bidang prestasi dalam penyimpangan kemampuan-prestasi. SLD ini tercermin dalam kinerja yang lebih tinggi dalam satu atau lebih bidang prestasi dibanding dengan satu atau lebih bidang  di mana terdapat prestasi yang rendah.
            Beberapa masalah penyimpangan intraindividual sebagai penanda penting bagi SLD mencakup penentuan daerah yang termasuk dalam analisis (prestasi saja, prestasi ditambah daerah lain) dan di mana-mana tersebar variasi yang besar di wilayah berbeda yang biasanya berkembang di antara para mahasiswa dan pelajar dengan beberapa jenis gangguan (D. Fuchs, Fuchs, Tindal, & Deno, 1986, Hallahan & Kaufman, tahun 1977). Dengan kesimpulan yang tampaknya menghalangi keragaman intraindividual sebagai kriteria yang akan memisahkan siswa yang SLD dari anak-anak lain atau anak-anak dengan gangguan lain

Hasil penelitian kami menunjukkan suara lain dalam meningkatnya chorus, mengungkapkan pandangan bahwa saat ini pelajar didefinisikan sebagai karakteristik secara khas gagal untuk membedakan antara populasi subkelompok cacat ringan. Selain itu, temuan saat ini menunjukkan bahwa keragaman kinerja tidak hanya berhasil membedakan antara anak-anak cacat ringan, juga tidak dapat diandalkan atau gagal untuk membedakan antara  LD sedang dan biasanya mencapai murid. (D. Fuchs et al. , tahun 1986, p. 87)

Menambahkan sebuah kebutuhan keberagaman intraindividual adalah konsisten dengan konsepsi tradisional SLD; namun, ini hanya akan melakukan sedikit untuk meningkatkan identifikasi SLD atau meningkatkan efektivitas intervensi. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa menunjukkans statistik yang signifikan, dan dalam kebanyakan kasus, pada kenyataannya perbedaan secara signifikan antara bidang prestasi dan kemampuan. Dan keragaman within-person dengan prestasi yang rendah kemungkinan akan sedikit melakukan untuk membedakan siswa yang SLD dari siswa lain.
Kekuatan, Pemecahan Masalah Individual
Pemecahan masalah individual saat ini diterapkan sebagai suatu alternatif di beberapa negara bagian dan LEAs sebagai cara untuk mengidentifikasi SLD. Proses ganda dari pemecahan masalah Tingkat 3 adalah untuk mengatasi masalah belajar dan tingkah laku, sehingga mencegah kebutuhan pendidikan khusus, atau, tergantung pada hasilnya, dan menentukan kelayakan untuk pendidikan khusus. Kriteria pemecahan masah untuk SLD meliputi (a) perbedaan besar dari kinerja tingkat sebaya dalam satu atau lebih terkait domain prestasi yang menggunakan perbandingan sebaya, dan ada tanda penentu terhadap risiko penilaian yang tinggi; (b) rendahnya tingkat belajar dibandingkan dengan sebaya meskipun berkualitas tinggi intervensinya dalam prestasi dan, jika tepat, perilaku, berpedoman pada masalah definisi perilaku, data tingkat normal, desain dan pelaksanaan secara ilmiah berdasarkan intervensi dengan integritas yang baik, tujuan ambisius, memantau kemajuan dengan evaluasi formatif, dan evaluasi hasil; (c) faktor pengecualian dioperasikan; (d) mendokumentasikan dampak yang merugikan dalam kinerja pendidikan: dan (e) mendokumentasikan kebutuhan khusus yang dirancang untuk pengajaran.
Tingkat ketiga pemecahan masalah menambahkan intervensi sekunder Tingkat 2 dengan memberikan intervensi individual yang fokus pada prestasi dan perilaku. Fokus intervensi individual ini adalah untuk meningkatkan intensitas mereka dan ketepatan yang tinggi. Selain itu, bagi anak yang kuat, pemecahan masalah individual ini belum cukup, banyak desain intervensi pendidikan khusus yang efektif yang telah berlangsung (definisi perilaku, ukuran yang tepat, grafik, dan lain sebagainya). Karena itu, pemecahan masalah ini berguna dalam penentuan kelayakan dan desain pendidikan khusus, mencapai integrasi yang erat antara semua tingkatan intervensi.
Pilihan problem-solving (pemecahan masalah) juga kontroversial. Para kritikus mengklaim bahwa itu tidak mencerminkan sifat asli SLD, tidak mungkin untuk menerapkan dengan integritas yang baik, dan dapat menyebabkan kematian dari membangun diagnostik SLD itu (misalnya, D. Fuchs , Mock, Morgan, & Young, 2003), peristiwa yang sangat tidak mungkin mengingat status SLD saat ini. Implementasi adalah masalah signifikan. Sebuah pendekatan pemecahan masalah, dibandingkan dengan pilihan lain, yang paling banyak membutuhkan perubahan dari praktek saat ini dan upaya terbesar melanjutkan pendidikan. Penggunaan pendoman protokol pemecahan masalah telah membuktikan kesuksesannya (Reschly & Grimes, 1991), meminjamkan kredibilitas untuk kelayakan pilihan problem-solving.

Ringkasan
Keputusan mengenai identifikasi SLD dalam waktu dekat ini tidak terselesaikan, dan beberapa pilihan memiliki pendukung yang kuat. Konsensus belum muncul, dan keputusan dalam waktu dekat akan lebih kontroversial. Tidak adanya konsensus membuat lebih mungkin bahwa bimbingan dari pemerintah federal dan aturan negara bagian akan ambigu, dengan banyak variasi negara dan daerah. Dengan kata lain, keberagaman yang sangat besar saat ini dalam kebijakan SLD lembaga pendidikan negara bagian dan praktek-praktek yang digambarkan oleh Reschly dan Hosp (2004) kemungkinan akan berlanjut.

Tentang Penulis

Daniel J. Reschly, Phd, adalah seorang Profesor Pendidikan dan Psikologi dan Ketua Departemen Pendidikan Khusus, Perguruan Tinggi Peabody, Universitas Vanderbilt. Ia adalah co-directorPusat Penelitian Nasional dalam Ketidakmampuan Belajar dan melakukan penelitian dalam identifikasi ketidakmampuan, ketidakseimbangan, dan masalah professional sekolah psikologi. Alamat: Daniel J. Reschly, Box 328 Peabody College, Vanderbilt University, Nashville, TN 37203; e-mail: dan .reschly@vanderbilt.edu.

oleh (akbar.dominika dan sant)





Followers

pengunjung

Seputar Kampus FIP