Follow Me:

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pendidikan ada karena adanya suatu masyarakat yang beperan di dalamanya, maka pendidikan dan masyarakat itu memiliki suatu hubungan yang erat dan ketergantungan. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu bantuan yang di dalamnya terdapat pengabdian masyarakat sehingga masyarakat itu semngkin berkembang dan maju dengan adanya suatu pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pemetangan dan pendewasaan masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus memahami perannya tidak sekadar menjual jasa tetapi memiliki tugas mendasar memformat Sumber Daya Manusia yang unggul.

Masyarakat ternyata tidak statis, tetapi dinamis, bahkan sangat dinamis. Pada masa sekarang ini masyarakat mengalami perubahan sosial yang sangat pesat. Apalagi pada saat ini kemajuan teknologi dan eraglobalisasi yang semangkin pesat membuat masyarakat harus bisa merangkum pemahaman suatu perubahan yang ada di sekitar kita sehingga menuju masyarakat yang modern. Modernisasi itu sendiri adalah proses perubahan masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat tradisional menuju modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia. Globaliasi muncul sebagai akibat adanya arus informasi dan komunikasi yang begitu cepat. Sebagai akibatnya, masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang seolah-olah saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan budaya yang sama.

Menuerut sange tahun 1990 dalam maliki (2010:276) perubahan merupaka suatu yang tidak yang tidak bisa dielakkan, karena ia melekat, built in dalam proses pengembangan masyarakat. Kebutuhan untuk bisa survive dalam ketidakpastian dan perubahan menjadi tuntutan masa kini. Perubahan terjadi begitu cepat dan luas, termasuk mengubah dasar-dasar asumsi dan paradigma memandang perubahan. Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat berpengaruh pada dunia pendidikan. Masalah-masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat juga dialami dunia pendidikan. Sosiologi pendidikan memainkan perannya untuk ikut memformat pendidikan yang mampu berkiprah secara kontekstual. Sistem, muatan, proses dan arah pendidikan perlu ditata ulang dan diatur secara khusus sehingga mampu menjawab sekaligus bermain di arena perubahan sosial tersebut.

B. Rumusan Masalah 

Rumusan-rumusan yang di bahas adalah sebagai berikut

1. Apa penyebab terjadinya suatu perubahan sosial budaya itu

2. Bagamina pengaruh perunahan sosial budaya terhadap suatu pendidikan itu sendiri.
3. Bagaimmana caranya mengimplemntasi terhadap suatu perubahan sosial budaya terhadap pendidikan.

 BAB II PEMBAHASAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan (Widodo:2008). Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Perkembangan masyarakat seringkali juga dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan Augus Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.

Berbeda dengan Spencer dan Comte yang menggunakan konsepsi optimisme, Oswald Spengler cenderung ke arah pesimisme. Menurut Spengler, kehidupan manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir dengan pasang surut. seperti halnya kehidupan organisme yang mempunyai suatu siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa tua dan kematian. Perkembangan pada masyarakat merupakan siklus yang terus akan berulang dan tidak berarti kumulatif. 

BENTUK-BENTUK PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA

1. Perubahan Evolusi dan Revolusi Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan yang berlangsung lama.

Biasanya terjadi karena adanya usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan kondisi baru yang muncul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Contohnya adalah pada perkembangan ilmu pengetahuan. Perubahan revolusi adalah perubahan yag berlangsung cepat dan mendasar. Perubahan ini bisa terjadi karena ada rencana sebelumnya atau tidak sama sekali. Contoh revolusi adalah revolusi industri di Inggris, dimana terjadi perubahan produksi yang awalnya tanpa mesin menjadi menggunakan mesin.

Menurut para ahli, agar perubahan revolusi bisa terjadi, maka ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
 • Ada keinginan umum untuk mengadakan perubahan.
 • Ada pemimpin yang dianggap mampu memimpin masyarakat, menampung keinginan masyarakat, dan  dapat menunjukkan suatu tujuan yang jelas pada masyarakat.
 • Ada keadaan yang tepat dan aktor (pelaku perubahan) yang baik untuk memulai perubahan.

 2. Perubahan Kecil dan Besar Perubahan kecil adalah perubahan yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti pada masyarakat.

Contoh: perubahan mode pakaian, mode rambut, dan lain-lain yang tidak berpengaruh bagi masyarakat secara keseluruhan jika kita tidak mengikutinya. Perubahan besar adalah perubahan yang membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Contohnya penggunaan komputer dan internet untuk menunjang kerja, penggunaan traktor bagi petani, dan lain-lain yang membawa perubahan signifikan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.

 3. Perubahan yang Dikehendaki (Direncanakan) dan Tidak Dikehendaki (Tidak Direncanakan) Perubahan yang direncanakan adalah perubahan yangterjadi karena adanya perencanaan ataupun perkiraan oleh pihak yang merencanakan perubahan tersebut (agent of change).

Agent of change merupakan pihak yang diberi kepercayaan oleh masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih kembaga kemasyarakatan. Contoh perubahan ini adalah kewajiban masyarakat untuk menanam pohon yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Perubahan yang tidak direncanakan adalah perubahan yang tidak dikehendaki dan berlangsung diluar jangkauan masyarakat untuk menahannya, dan biasanya menimbulkan pertentangan di dalam masyarakat. Contohnya kecenderungan untuk mempersingkat prosesi pernikahan karena memerlukan biaya besar, meski perubahan ini tidak dikehendaki tapi masyarakat tidak mampu menghindarinya.

 4. Perubahan Progres dan Regres Perubahan progres adalah perubahan yang membawa keuntungan bagi masyarakat.

Contoh perkembangan pendidikan masyarakat. Perubahan regres adalah perubahan yang membawa kemunduran bagi masyarakat di bidang tertentu. Contoh perubahan pola kehidupan remaja yang mabuk-mabukan.

FAKTA SOSIAL DAN KEBUDAYAAN INDONESIA

Telah diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk. Dari Sabang sampai Merauke terdiri atas suku bangsa yang mana kesemuanya memiliki sistem, stuktur sosial dan kebudayaan yang berbeda. Kondisi masyarakat tersebut baik secara sadar maupun tidak sadar ternyata memungkinkan terjadinya persinggungan struktur sosial dan budaya antara satu dengan yang lainnya yang mana hal tersebut akan mengarah pada perubahan sosial dan kebudayaan. Persinggungan ini awalnya bersifat mikro namun lama kelamaan dapat berubah menjadi makro yang mencakup bangsa Indonesia secara umum.

Dengan banyak ditemukannya kebudayaan yang ada di Indonesia (Jawa, Sumatera, dll) membuat Indoneia sulit menemukan struktur sosial dan kebudayaan yang pas dan dapat merangkum keseluruhannya. Kelabilan semacam ini memungkinkan terjadinya difusi sosial dan kebudayaan secara besar-besaran. Kontak antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia, baik secara aktif maupun defensif akan menimbulkan dampak yang memungkinkan mengarah pada perubahan sosial dan kebudayaan yang kurang konstruktif. Memang harus diakui bahwa bebarengan dengan konteks sesama bangsa tersebut akan hadir pol-pola baru yang mengarah ke upaya maju dan modern. Namun gejala-gejala modern yang telah merambah dunia sepatutnya harus kita renungi. Menurut Soemardjan (1962:53), ciri-ciri masyarakat modern antara lain :

1. Hubungan antar manusia lebih didasarkan atas kepentingan pribadi
2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dalam suasana saling mempengaruhi
3. Kepercayaan kuat pada ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk senantiasa meningkatkan  kesejahteraan masyarakat
4. Masyarakat bergolong-golong menurut bermacam-macam profesi maupun keahlian yang masing-masing dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga pendidikan sekolah dasar, ketrampilan, dan kejuruan.
5. Tingkat pendidikan formal masyarakat tinggi dan merata
6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks sifatnya
7. Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasaran yang didasarkan atas penggunaan uang dan alat-alat pembayaran lainnya.

Selain hal tersebut, masyarakat modern juga ditandai oleh karateristik yang mencolok, yaitu makin longgar ikatan sosial, orientasi pada kepentingan individual, keterbukaan yang bersifat bebas, dan berbagai bentuk fleksibilitas kegiatan lainnya (Soemardjan, 1983). Kemodernan tersebut nampaknya sudah ada di masyarakat Indonesia, hal ini tentu menjadi daya dukung yang tinggi terhadap kemungkinan terjadinya perubahan sosial dan budaya yang pada akhirnya dapat menghilangkan eksistensi bangsa sendiri.

Adanya tempat yang berlebihan terhadap nilai ilmu pengetahuan dan teknologi oleh masyarakat mulai engakibatkan turunnya nilai-nilai filosofis yang hakiki, bahkan nilai-nilai religius pun sudah mulai tergeser dan terkesampingkan. Di samping itu juga timbul keprihatinan sosial dan kemiskinan budaya, khususnya di kalangan generasi muda, terutama sebagai akibat kebebasan dan keterbukaan hubungan dengan bangsa lain. Nilai-nilai baru mulai diberlakukan tanpa didahului dengan upaya memilih dan menyeleksi, mana ang patut dan perlu diterima dan mana yang seharusnya ditolak atau dihindari/dijauhi.

Setelah dilihat dari uraian di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa di bangsa Indonesia sendiri sekarang sudah terjadi perubahan sosial dan kebudayaan baik secara mikromaupun makro, maka sekarang yang terpenting adalah mengupayakan cara agar perubahan sosial dan kebudayaan terjadi secara wajar dan dapat dikendalikan sesuai dengan yang telah dikehendaki dan direncanakan, karena apabila kita menolak perubahan tersebut berarti kita membiarkan bangsa tertindas dan tertinggal oleh kemajuan zaman. Langkah dan upaya yang paling baik untuk menetralisasi kontroversi tersebut adalah dengan bertumpu pada lembaga pendidikan, karena lembaga pendidikan khususnya sekolah merupakan wahana primer yang bersangkutan dengan segala bentuk pendayagunaan potensi bangsa, yaitu generasi muda. Pendidikan sekolah dituntut untuk dapat menanamkan nilai-nilai kepribadian dan filosofis bangsaan serta mempertahankan dan melestarikannya.

PENGARUH PERUBAHAN SOSIAL PADA PENDIDIKAN

Carut-marut situasi pendidikan di Indonesia memang tidak lepas dari pengaruh perubahan sosial. Setiap berbicara mengenai pendidikan, orang selalu berkonotasi sekolah formal. Meski tidak semuanya salah namun konsep ini menisbikan peran pendidikan informal dan non formal, padahal keduanya sama pentingnya. Dengan demikian keterpurukan pendidikan tidak boleh didefinisikan sebagai kegagalan pendidikan formal semata. Kebobrokan sistem dan perilaku sejumlah pemuka masyarakat dan negara, dengan demikian bukan dosa sekolah semata.

Oleh sebab itu sekolah juga mendapat tempat yang istimewa dalam pemikiran tiap orang dalam usahanya meraih tangga sosial yang lebih tinggi. Sedemikian istimewanya hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus yang harus dijalani orang-orang muda yang hendak mengubah kedudukannya dalam susunan masyarakat. Mudah diduga bahwa jalan pikiran seperti itu secara logis mengikuti satu kanal yang menampung imajinasi mayoritas mengalir menuju sebuah muara, yakni credo tentang sekolah sebagai kawah condrodimuko tempat agen-agen perubahan dicetak.

Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat menyangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, yang terjadi secara cepat atau lambat memiliki pengaruh mendasar bagi pendidikan. Perubahan sosial tak lagi digerakkan hanya oleh sejenis borjuis di Eropa abad 17 – 18 melawan kaum feodal, atau oleh kelas buruh yang ingin mengakhiri semacam masyarakat borjuis di abad 19 untuk kemudian menciptakan masyarakat nir kelas, atau oleh para petani kecil yang mencita-citakan suatu land-reform. Juga lebih tak mungkin lagi keyakinan bahwa perubahan hanya dimotori oleh kaum profesional yang merasa diri bebas dan kritis. Masyarakat sipil terdiri dari aneka kekuatan dan gerakan yang membawa dampak perubahan di sana sini.

Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.

Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat. Ekonomi mengalami pasang dan surut berganti-ganti sulit diprediksi. Konstelasi kekuatan-kekuatan politik juga berubah-ubah. Kita tak lagi hidup dengan anggapan lama tentang dunia yang teratur harmonis. Sebaliknya setiap individu sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur. Kecenderungan chaos seperti ini harus dihadapi dan hanya dapat dihadapi oleh orang-orang yang selalu siap untuk belajar hal-hal baru.

Bukanlah mereka yang bermental siap pakai yang akan dapat memanfaatkan dan berhasil ikut mengarahkan perubahan-perubahan kontemporer melainkan mereka yang pikirannya terbuka dan antusias pada hal-hal baru. Keadaan tersebut akan berpengaruh besar pada pendidikan. Oleh sebab itu sekolah, di tingkat manapun, yang tetap menjalankan pendidikan dengan orientasi siap pakai untuk para pelajarnya tidak boleh rusak akibat perubahan tetapi sebaliknya harus mampu menjadi pengemban misi sebagai agent of changes tetapi sekedar consumers of changes. Dari sekolah dengan pandangan siap pakai tidak akan dihasilkan orang-orang muda yang dengan kecerdasannya berhasil memperbaiki kedudukannya dalam susunan sosial output dari sekolah semacam itu hanya dua. Pertama, orang-orang muda yang terlahir berada dan akan terus menduduki strata sosial tinggi, Kedua, para pemuda tak berpunya yang akan tetap menelan kecewa karena ternyata mereka makin sulit naik ke tangga sosial yang lebih tinggi dari orang tua mereka. Sekolah yang tetap kukuh dengan prinsip-prinsip pedagogis, metode-metode pendidikan dan teknik-teknik pengajaran yang bersemangat siap pakai hanya akan menjadi lembaga reproduksi sosial bukan lembaga perubahan sosial. 

IMPLEMENTASI POLITIS SEKOLAH

Patut dipahami bahwa sudah saatnya dunia pendidikan kita mengantisipasi kebijakan (policy) sedini mungkin kearah yang fundamental dan rawan terkena difusi perubahan sosial dan kebudayaan yang bisa menjurus ke hal-hal yang merugikan bangsa.

Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan hendaknya mampu mengarahkan terciptanya kondisi yang benar-benar steril, baik dari pengaruh internal maupun eksternal yang bisa menggerogoti, mengurangi, atau mengganti unsur dan sendi-sendi fundamental yang menjadi visi utamanya. Secara konkret, politisi pendidikan hendaknya mendasar pada aspek berikut:

1. Politisi pendidikan hendaknya diarahkan pada upaya untuk mengembangkan pola pemetaan sendi-sendi dasar/fundamental dan filosofis yang mengarah pada terwujudnya konsepsi kepribadian Indosnesia.
2. Politisi hendaknya mampu menyaranai dikenal, dipahami dan diresapi nilai-nilai sosial budaya bangsa, baik yag bersifat lokal maupun nasional.
3. Politisi hendaknya dapat menjadi filter yang benar-benar ampuh dan memenuhi syarat untuk memilah dan memilih pengaruh-pengaruh luar.
4. Pendidikan hendaknya mengarahkan orientasi sasaran dan tujuannya, bukan semata-mata dengan upaya yang optimal ke arah terbentuknya keseimbangan antara kemampuan profesional, personal, dan sosial-nasioal.
5. Pendidikan hendaknya mampu menciptakan kondisi yang potensial bagi tetap terpelihara dan terjaganya kelengkapan dan keutuhan sistem dan struktur sosial-budaya tanah air.
6. Pendidikan harus mampu mengarahkan pola kehendak dan rencana perubahan sosial dan kebudayaan yang positif.

Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1962. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Soemardjan, Selo. 1983. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: CV. Rajawali. http://cor-amorem.blogspot.com/2010/12/pengaruh-perubahan-sosial-pada.html, Markus Basuki, Pengaruh Perubahan Sosial Pada Pendidikan, diunduh pada tanggal 2 Maret 2012, pada pukul 16.8

Followers

pengunjung

Seputar Kampus FIP